FILSAFAT ISLAM Merakit Paradigma Peradaban Dunia

Dr. Haidar Bagir, pemikir Islam dan tokoh pendidikan nasional, dalam suatu kesempatan mengatakan bahwa, evolusi ilmu pengetahuan dan kebudayaan manusia selama seabad belakang ini, telah sampai ke zaman yang memaksa kita untuk berfikir holistik, sistemik dan reflektif untuk memahami realitas dalam memecahkan problema besar yang diakibatkannya.
Krisis ekologis, misalnya, menghentakkan kesadaran manusia modern untuk menggugat pandangan kosmologi modernis –yang menjadi basis pengembangan sains modern– yang bersifat parsial dan positivistik, antrophosentrik, yang telah dianut selama hampir 3 abad. Krisis ini telah menggugah, antara lain, seorang filosof analitik dari Norwegia, Arne Naess, untuk melakukan “hijrah intelektual”, untuk menjadi pelopor apa yang disebut “Gerakan Ekologi Dalam” (Deep Ecology Movement), pada pertengahan dasawarsa 1970-an. Dengan Ekologi Dalam, ia membahas persoalan ini dari sumber-sumber masalah yang berakar dalam kekeliruan peradaban modern dalam melihat dan menempatkan posisi lingkungan alam semesta kita dan bentuk hubungan manusia dengannya.
Pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan, juga mendorong Thomas Khun, seorang saintis, mencoba memahami gerak laju ilmu pengetahuan sebagai dibentuk oleh “paradigma” yang diterima luas pada setiap masa, yaitu sebuah kumpulan keyakinan dan pemahaman tentang alam semesta yang berkolerasi erat dengan metafisika dan nilai-nilai (The Stucture of Scientific Revolution). Maka dalam rangka mencari sains yang lebih sesuai dengan kebutuhan manusia, Fritjof Capra –seorang ahli fisika yang lebih belakangan—terpaksa menoleh ke khazanah hikmah/filsafat Timur, khususnya Taoisme, untuk membangun kembali bangunan ilmu pengetahuan yang sebelumnya sudah terlanjur dirongrong oleh relatifisme dan skeptisime. Ia menulis buku The Tao of Physic. Kedua contoh di atas tampaknya menunjukkan bahwa perkembangan ilmu pengetahuan, tidak bisa dipisahkan dari induknya, yakni filsafat. Dengan kata lain, pemisahan keduanya secara paksa telah terbukti menimbulkan berbagai krisis kemanusiaan, krisis ekologi, krisis keyakinan yang melahirkan alienasi, depresi dan sebagainya.

Di dunia Islam, kenyataan pelepasan sains dari filsafat ini bahkan beraklibat lebih buruk lagi. Dalam sebuah kesempatan Konferensi Sains dan Agama di Jogyakarta tahun 2002, para ahli sains di Dunia Islam ditanya tentang sebab-sebab kemunduran sains di Dunia Islam. Berbagai jawaban masuk akal pun diberikan. Akan tetapi jawaban Prof.Dr. Osman Bakar dari Malaysia menarik perhatian kita, karena ia menyebutkan bahwa permusuhan terhadap filsafat di negara-negara Muslim selama beberapa abad belakangan ini, sebagai sebab penyebab utama persoalan ini. Bagaimana tidak? Sejarah peradaban Islam hingga kira-kira abad ke-15 M, dengan jelas menunjukkan bahwa pendorong utama berkembangnya sains di negara-negara Muslim –yang bahkan lebih dahulu dan (sempat) jauh lebih maju dibandingkan dengan perkembangan yang sama di belahan dunia lainnya—adalah berkembang-suburnya filsafat. Kenyataannya, sains pada ‘masa-masa keemasan’ peradaban Islam itu dikembangkan oleh tokoh-tokoh filosof Muslim: Ibn Hayyan, Al Biruni, Ibn Sina, Al-Razi, Al-Thusi, dan sebagainya. Apalagi pada masa-masa itu, Fisika (Thabi’iyah) merupakan bagian integral dari filsafat, di samping metafisika (Ma ba’da al-Tabi’iyah). Betapa pun spekulatifnya sifat filsafat Yunani, para filosof Muslim tersebut telah mendapatkan dorongan untuk mementingkan penelitian terhadap alam semesta secara empiris dari Al-Qur’an. Metode kritis dan analitis serta kekayaan kosmologi Filsafat yang dikombinasikan dengan semangat –dalam istilah Iqbal—anti klasik Al-Qur’an ini terbukti telah menjadi kekuatan luar biasa bagi pengembangan sains di dunia Muslim pada masa itu.

PROGRAM STUDI

PRODI FILSAFAT

menghasilkan sarjana filosof muda yang memiliki pemahaman luas dan keahlian di bidang filsafat Islam, serta mampu memberikan kontribusi terhadap berbagai persoalan pemikiran Filsafat dan Islam pada masyarakat, baik di tingkat nasional maupun internasional

ALQURAN DAN TAFSIR

menghasilkan para sarjana yang memiliki keahlian dalam bidang Ilmu Al-Quran dan Tafsir, mampu melakukan penelitian fenomena sosial dan keagamaan dan mencari alternatif pemecahanan masalahnya berbasiskan pada Ilmu Al- Quran dan Tafsir.

Jalan. Lebak bulus II no.2 Cilandak Barat, Jakarta Selatan 12430. Call: 021-29446460 Fax: 021-29235438 info@sadra.ac.id

About us

Sekolah Tinggi Filsafat Islam di Indonesia yang fokus pada pengkajian filsafat Islam & Ilmu Alqur’an – Tafsir. Sistem pembelajaran di dasarkan pada perpaduan antara nilai-nilai tekstual (alqur’an & Assunah) dengan pendekatan rasional yang bersumber dari khazanah ilmiah Islam klasik & kontemporer.

diggi.id
STAI SADRA
diggi.id
TUTUP