Sadranews-Ketua STAI Sadra Jakarta, Dr. Kholid Al Walid, M.Ag terkait hikmah puasa menjelaskan hadis yang disebutkan oleh Imam Ja`far Shodik yang berbunyi, “Ketika kamu berpuasa maka tempatkan dirimu sebagai orang sakit yang tidak menginginkan makanan dan minuman serta setiap saat hanya mengharapkan kesembuhan dari Allah”. Kewajiban puasa berbeda dengan kewajiban lain di mana dalam kewajiban ini kita diperintahkan untuk bersabar dan menahan diri dari hal-hal yang diperbolehkan. Imam Shodik mengajarkan kepada kita ketika berpuasa agar menempatkan diri sebagai orang sakit yang tidak tertarik pada makanan dan minuman dan hanya mengharapkan kesembuhan dari Allah. Sebetulnya kondisi sakit bukan sesuatu yang buruk tapi sebuah kebaikan berupa karunia dari Allah sebagai sinyal bagi diri manusia bahwa ada ketidakharmonisan di dalam tubuh.
Ia menlanjutkan, Syahid Muthahhari menggambarkan tingkatan orang dalam mempersepsikan sakit fisik atau sakit karena keadaan yang terjadi pada dirinya. Tingkatan pertama adalah orang mengeluh, memprotes dan menyalahkan orang lain atas sakit yang menimpa dirinya, orang seperti ini tergolong lemah dan rendah kualitas jiwanya. Tingkatan kedua adalah orang bersabar ketika sakit atau ditimpa musibah serta berusaha mendekatkan diri kepada Allah untuk melepaskan diri dari derita. Tingkatan ketiga adalah orang menjadikan sakit sebagai upaya mendidik dirinya untuk berkembang lebih baik. Dalam hukum kehidupan tidak ada seseorang yang dapat berkembang menjadi lebih baik tanpa melalui penderitaan. Faktanya, semakin tinggi kualitas jiwa seseorang maka akan semakin besar derita yang dialami. Semakin tangguh jiwanya maka semakin berat pula beban hidupnya. Tingkatan keempat adalah orang merubah penderitaan dirinya menjadi kebahagiaan untuk orang lain, seperti para orang tua yang rela menderita dan mengorbankan dirinya untuk kebaikan dan kebahagiaan anak mereka. Juga para ulama dan tokoh pejuang yang rela hidup menderita dan bahkan disiksa dalam penjara demi kebaikan dan kebahagiaan masyarakatnya.
“Puncaknya, seperti sosok Imam Husein yang rela mengorbankan keluarga tercintanya, bahkan bayi mungil tersayangnya demi perbaikan dan kebaikan umat kakeknya,” tegas Dr. Kholid di hadapan dosen, mahasiswa dan karyawan Yayasan hikmat Al Mustafa dalam acara kajian Ramadhan di Masjid Al Mustafa STAI Sadra Jakarta, Kamis (14/3/2024) siang.