Mulla Sadra dalam Asfar menjelaskan kaidah ini dan memberikan banyak perhatian terhadapnya, dan kaidah ini berasal dari Aristoteles sebagaimana yang dinyatakan oleh Mulla Sadra “Dalam kaidah Imkan al-Asyraf yang merupakan warisan dari filosof pertama yang bersumber dari ketidakmungkinan hadirnya pluralitas dari ketunggalan al-Haqq” (al-Asfar j.7 h.244).
Penjelasan kaidah, kaidah Imkan al-Asyraf merupakan gambaran dalam keseluruh tingkatan wujud mengharuskan adanya Imkan al-Asyraf dan mendahului Imkan yang lebih rendah. Dalam pemaknaan yang lain, setiap dijumpai wujud Imkan yang rendah maka mengharuskan pandangan bahwa sebelumnya pasti sudah didahului oleh keberadaan Imkan al-Asyraf.
Adapun argumentasi atas kaidah ini adalah sebagai berikut: Pertama, Setiap mumkin yang rendah muncul dari Wujud Tuhan, maka pastilah sebelum keberadaan wujud rendah tersebut kita menemukan Imkan al-Asyraf. Jika tidak, maka hal tersebut akan menyebabkan problema pada tiga keadaan:
a. Munculnya pluralitas dari ketunggalan
b. Akibat lebih utama dari sebab
c. Ada keberadaan yang lebih utama dari Allah Ta’ala
Kedua, setiap kali wujud yang rendah telah mewujud sedangkan sebelumnya Imkan al-Asyraf belum wujud maka hal ini akan menyebabkan munculnya empat problema:
Ketiga, wujud merupakan hakikat yang Ashil dan Gradatif dan atas dasar prior dan posterior, potensialitas dan aktualitas, memiliki level yang berbeda-beda. Adanya sistem kausalitas pada hirarki wujud akan menyebabkan hirarki yang berakhir pada Wajib al-Wujud dan seluruh hirarki wujud selainnya adalah Mumkin al-Wujud. Diantara hirarki Mumkin al-Wujud kita dapat menyebutkan sebagiannya lebih utama dari sebagian yang lain.
Dalam kausalitas, kita menemukan adanya wujud independent (al-Mustaqil)Â dan adanya wujud bergantung (al-Rabith). Keberadaan wujud rabith sepenuhnya bergantung pada wujud Independent yang merupakan sebabnya, tanpa sebab tersebut sedikitpun dirinya tidak memiliki makna.
Dari sini kita menyimpulkan bahwa segala hirarki wujud dari level yang beragam pasti didahului oleh yang diatasnya dan demikian pula bahwa ketergantungannya pada pengadaannya yang lebih utama dari dirinya menjadi mutlak. Argumentasi ini berasal dari Allamah Thabatabai.
Syarat-syarat kaidah ini; Pertama, keberadaan al-Asyraf dengan al-Akhas bersatu dalam quiditas. Kedua, proses berlakunya kaidah ini hanya terjadi pada level alam yang berada di atas alam konstruksi dan dekonstruksi (al-Kawn wa al-Fasad). Sedangkan, level berlangsungnya kaidah ini antaranya; Level pertama, akal pertama dan keseluruh tingkatan akal. Level kedua; akal horizontal (Ardhiyyah) dan Arbab al- Anwa’, Mulla Sadra menambahkan bahwa kaidah ini juga berlangsung dalam alam Kawn al-Fasad, pada konteks tujuan sesuatu sekalipun dalam konteks waktu Wujud al-Asyraf di dahului oleh wujud al-Akhas. Misalnya, pada aktualitas dihadapan potensialitas bahwa sekalipun aktualitas hadirnya belakangan dibanding potensialitas dalam kontek waktu namun dia lebih utama.