Sadranews-STFI Sadra menyelenggarakan Acara Konferensi Internasional terkait 41 tahun usia Revolusi Islam Iran. Sebuah peristiwa monumental pada 11 Februari 1979 yang hingga kini bukan saja mampu bertahan bahkan berkembang dan menjadi model perlawanan terhadap penjajah dan pembelaan terhadap kaum tertindas. Hal ini dikarenakan adanya peran penting para pemimpin dan dukungan serta kepatuhan rakyat kepada pemimpinnya, apalagi dalam kondisi tekanan berat embargo Amerika.
Acara yang dibuka pukul 09.00-12.00 WIB tersebut mengangkat tema “ Diskursus Revolusi Islam, Moderasi dan Spiritual” dan digelar di Auditorium Al Mustafa, Senin (24/2). Selain dihadiri para dosen, mahasiswa, karyawan dan tamu undangan, turut hadir di dalamnya Dr. Abdul Majid Hakimollahi, Dr. Hossein Mottaghi, Dr. Azad dan Musa Kadzim, M.SI yang sekaligus sebagai pembicara dalam konferensi ini.
Sebagai pembicara pertama Dr. Azad (Dubes Iran) menjelaskan kemajuan selama 41 tahun pasca revolusi Islam yang dicapai Iran saat ini di bidang infrastruktur, pengembangan uranium, demokrasi dan pendidikan. Di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi canggih Iran sangat diperhitungkan di kawasan. Di bidang teknologi nuklir Iran masuk dalam 8 negara besar dunia. Di bidang Dirgantara Iran masuk di antara 9 negara besar dunia. Iran masuk dalam peringkat pertama di kawasan Timur di bidang Sel Punca dan Stem Cell, serta menemukan teori medis tentang penanganan penyakit sum sum tulang belakang.
Di sektor pertahanan tahun 2019 Iran hanya mengalokasikan anggaran sebesar 6 miliar dolar sedangkan negara-negara Timur Tengah menghabiskan 70 miliar dolar. Ada lagi negara yang menghabiskan ratusan miliar dolar pertahunnya. Di bidang sains, teknologi dan matematika Iran berada di peringkat ke lima dunia. Di bidang produksi gas alam dan minyak Iran juga berada di peringkat ketiga dunia. Iran merupakan salah satu di antara enam negara besar dunia yang menguasai teknologi nano. Intinya, kemajuan semua ini dicapai dengan semangat pemuda pemudi Iran tanpa bergantung pada pihak asing.
Pembicara selanjutnya, Musa Kadzim, M.SI yang memaparkan bahwa tujuan jangka menengah Revolusi Islam Iran mendirikan pemerintahan Islam yang dengannya hukum-hukum Islam dapat dilaksanakan. Tentunya, pelaksanaan hukum Islam yang sesuai dengan proporsi, konteks dan zamannya, dimana tujuan akhirnya membangun masyarakat Islam. Dalam hal ini negara-negara Barat selalu berusaha menggagalkan proses dan gerakan mulia ini, lantaran khawatir bila ada masyarakat Islam yang kuat, terintegrasi satu sama lain dan memiliki solidaritas tinggi, maka masyarakat Barat tidak lagi menjadi ideal atau model yang dicita-citakan semua orang. Dengan kehadiran masyarakat muslim yang ideal, masyarakat Barat takut tidak dianggap ideal lagi.
Ada buku menarik yang menuliskan pandangan Ayatullah Ali Khamenei tentang fase kedua dari Revolusi Islan Iran. Di antara hal-hal penting yang ditekankan Ayatullah Ali Khamenei di dalamnya ialah pertama, pentingnya memiliki optimisme realistis. Kedua, melakukan segala hal berbasis ilmu pengetahuan (sains) dan riset (Meskipun tidak mengenal Allah dan menjalankan syariat, Barat mampu mendominasi dunia dengan sains dan riset). Ketiga, menanamkan nilai spiritual seperti ikhlas beramal dan melakukan Itsar (mendahulukan kepentingan orang lain dari diri sendiri) dan akhlak (berbuat baik dan bersikap toleran). Keempat, penguatan ekonomi (ekonomi yang kuat menjadikan negara tidak tunduk dan bergantung kepada negara lain). Kelima, keadilan dan pemberantasan korupsi (Keadilan tidak akan ada dengan adanya korupsi). Keenam, kemandirian dan kebebasan (membangun masyarakat sesuai ciri khas budayanya dan tidak diintervensi pihak asing).
Kemudian Dr. Hossein Mottaghi menyampaikan hal hal penting terkait diskursus revolusi Islam yang hari demi hari semakin banyak mendapatkan perhatian dari masyarakat dunia. Di antara prinsip dan poin penting diskursus revolusi Islam ialah menjadikan Al Quran dan Sunnah sebagai landasan pemikiran diskursus ini, berbasis pada hal hal rasional dan jauh dari ekstremisme, hidup harmonis dengan pemeluk agama dan mazhab lain, melawan hegemoni kaum imperialis dan membela kaum tertindas, mengembangkan ilmu pengetahuan dan menjauhkan diri dari kegelapan dan kebodohan, menanamkan kepercayaan diri pada umat dan menyelamatkannya dari kemunduran dan putus asa, mengembangkan spiritualitas dan menebarkan kebajikan sesuai ajaran Islam dan mempersiapkan berdirinya peradaban baru Islam di dunia. Indonesia dan Iran adalah dua negara muslim terbesar yang berpotensi mewujudkan peradaban baru Islam di dunia. Peran bangsa besar Indonesia dan Iran dalam mewujudkan peradaban baru Islam di dunia bahkan diakui oleh negara-negara Barat.
Dua negara besar Indonesia dan Iran berdasarkan pemahaman yang benar tentang diskursus-diskursus revolusi Islam akan mampu membangun peradaban baru Islam di kancah dunia dengan pertolongan Allah. Iran meyakini dengan mengembangkan ilmu pengetahuan ke seluruh dunia khususnya Indonesia dapat mempersiapkan Indonesia untuk membangun peradaban baru Islam. Pengembangan ilmu pengetahuan di kalangan para pemuda khususnya para pemuda muslim merupakan prinsip baku dalam diskursus revolusi Islam. Patut disyukuri, kearifan pimpinan tertinggi Islam Iran mengembangkan ilmu pengetahuan termasuk di Indonesia dengan mendirikan STFI Sadra ini agar dapat dimanfaatkan oleh masyarakat Indonesia. Kalangan akademisi hendaknya mempersiapkan diri dengan mengenali potensi dan posisi masing-masing untuk aktif terlibat dalam gerakan pembangunan peradaban baru Islam.
Sementara Dr. Abdul Majid Hakimollahi sebagai pembicara terakhir mengulas tiga hal penting yaitu spiritual, spiritual sebagai landasan Revolusi Islam Iran dan faktor-faktor yang mempengaruhi Revolusi Islam dalam mengembangkan spiritual di dunia modern. Pertama, manusia terdiri dari tiga unsur utama yaitu badan, ruh dan perpaduan antara keduanya (jiwa) sebagaimana perkataan filosof Mulla Sadra. Jiwa mengalami perubahan kondisi, terkadang kuat dan terkadang lemah. Jiwa yang ingin mengarah pada titik kuat disebut spiritual. Sebagai manusia yang mempunyai jiwa sekalipun orang bejat dalam dirinya terdapat spiritual. Spiritual dapat dimaknai gerakan jiwa menuju kesempurnaan. Kedua, revolusi dimaknai keluarnya rakyat ke jalan karena tidak rela dengan kondisi yang ada untuk menuntut perubahan. Ada banyak revolusi yang terjadi di dunia dari revolusi di Prancis tahun 1789, revolusi Rusia tahun 1917 sampai pada revolusi Islam Iran tahun 1979.
Yang membedakan Revolsi Islam Iran dengan revolusi-revolusi lainnya ialah revolusi Islam Iran tidak bertujuan material tapi menuju nilai-nilai ketuhanan dan kemanusiaan. Pemimpin yang memimpin revolusi ini seorang ulama yang mengikuti metode Nabi saw. Di antara poin dalam spiritual revolusi ini, basis ketuhanan. Lembaga Survei Barat mengatakan 48 % motivasi rakyat Iran dalam revolusi ialah Ketuhanan, akhlak, spiritual dan budaya baik. 32% motivasi mereka politik. 15% motivasi mereka ekonomi dan 4% mempunyai motivasi lain. Spiritualitas revolusi karena berlandaskan kewajiban Ilahi. Hal itu ditandai dengan perubahan signifikan pada jiwa para pemuda Iran kala itu, spirit beribadah dan spirit untuk gugur di jalan Allah. Ketiga, masyarakat dunia beralih ke spiritual untuk menyelesaikan problematika mereka. Hal itu dikarenakan manusia mempunyai fitrah yang selalu mengarah kepada kesempurnaan. Tiga slogan di era modernitas yaitu akal, alam materi dan perkembangan materi berakhir dengan keraguan masyarakat. Karena ketidak puasan dengan tiga slogan terbut, ujungnya lahirlah era Postmodernism. Spirit ketuhanan, akhlak dan nilai-nilai kemanusiaan yang terkandung dalam Revolusi Islam Iran menjadi perhatian dunia saat ini.