Sadranews-STAI Sadra menggelar acara kuliah umum berjudul “Pola Kehidupan Mukmin Dalam Perspektif Al-Qur`an” pada pukul 9.00 WIB di Aula Al Mustafa STAI Sadra. Acara ini dihadiri mahasiswa/i, dosen, karyawan STAI Sadra dan sejumlah tamu undangan. Turut hadir pula, Ayatullah Mohammad Mahdavi Mehr, Anggota Dewan Pembina Al Mustafa International University (MIU) sekaligus sebagai pembicara dalam acara ini, Senin (12/12/2022) pagi.
Dalam sambutannya Dr. Kholid setelah menyampaikan apresiasi kepada pihak Al Mustafa International University (MIU), ia memberikan sekilas informasi tentang STAI Sadra. Katanya, sekarang ini ada sekitar 566 mahasiswa/i yang berasal dari beragam daerah di seluruh Indonesia sedang berkuliah di STAI Sadra. Ada tiga Prodi STAI Sadra yaitu Ilmu Al Qur`an dan Tafsir, dan Aqidah dan Filsafat Islam untuk Jenjang sarjana dan Filsafat Islam untuk jenjang pascasarjana. Sementara dua Prodi lainnya masih dalam proses perizinan.
“Saya ucapkan banyak terimakasih kepada pihak MIU yang telah memberikan dukungannya untuk kemajuan STAI Sadra dan semoga STAI Sadra semakin berkembang dan dapat memberikan kontribusi yang lebih besar kepada masyarakat dalam ilmu-ilmu keislaman,” ungkapnya.
Sementar itu, dalam sambutannya, Dr. Mottaghi menekankan agar kita dapat mengambil ilmu dan pelajaran dari kehadiran sosok pembicara sebagai salah satu sosok yang punya peran besar dalam pelaksanaan dan pengembangan Program Pendidikan MIU di berbagai negara termasuk STAI Sadra di Indonesia. “Dalam hadis disebutkan barang siapa yang tidak bersyukur kepada makhluk, ia tidak bersyukur kepada Allah SWT. Karena itu saya ucapkan terimakasih kepada mereka yang telah meluangkan tenaga, waktu dan pikiran untuk pengembangan dan kemajuan STAI Sadra,” tegasnya.
Dalam kesempatan ini, Ayatullah Mahdavi Mehr dalam presentasinya mengenai tema “Pola Kehidupan Mukmin Dalam Perspektif Al-Qur`an” dengan mengutip surat An Nahl, ayat 97  dan surat Al A`raf, ayat 96 menjelaskan bahwa kehidupan yang baik atau yang dalam al Quran disebut “Hayatun Thayyibah” adalah kehidupan yang bernilai dan bermanfaat baik untuk diri sendiri atau orang lain. Kehidupan yang baik itu dapat dilihat dari aspek individu dan sosial. Kehidupan individu dan sosial yang baik saling terkait dan punya perbedaan. Laki-laki dan perempuan akan memperoleh Kehidupan yang baik dengan syarat iman kepada Allah dan beramal baik. Iman dan amal saleh mempunyai aspek teoritis dan praktis. Iman memiliki tingkatan-tingkatan sebagaimana iman orang biasa, iman para ahli Irfan dan iman para Nabi. Kehidupan yang baik akan diraih sesuai dengan kadar keimanan. Amal yaitu berbuat kebaikan yang merupakan aspek praktis juga memiliki tingkatan. Manusia berbuat baik kepada orang lain, keluarga, masyarakat dan Tuhannya.
Sementara itu dalam surat al Mujadalah, ayat 11 disebutkan bahwa Allah mengangkat derajat orang-orang yang beriman dan orang-orang yang diberi ilmu. Sebagaimana iman dan amal saleh mempunyai kedudukan tinggi, iman dan ilmu juga memiliki kedudukan yang istimewa. Setiap individu memiliki tanggung jawab untuk berilmu, beriman dan beramal saleh meskipun yang lain sebaliknya. Di akhirat kelak Allah akan memberikan pahala kepada orang-orang yang beriman dan beramal saleh dengan sebaik-baik pahala tanpa menunggu hitungan pahala orang lain sehingga digabungkan dan diambil nilai rata-ratanya sebagaimana hitungan nilai rata-rata dari ujian yang diambil dalam sekolah dan perguruan tinggi. Nilai seratus tidak akan muncul dalam nilai rata-rata karena digabungkan dengan nilai-nilai rendah mata kuliah yang lain. Hitungan iman dan amal saleh berkaitan dengan masing-masing individu. Tidak ada urusannya dengan suami dan istri, anak dan orang tua, kekeluargaan atau kekerabatan. Karena itu, seperti dikisahkan dalam al Quran bahwa istri Fira`un baik tapi Fira`unnya pembakang, Nabi Luth as baik tapi istrinya pembangkang, Nabi Nuh as baik tapi anaknya pembangkang dan seterusnya.
Kehidupan yang baik dalam sosial berbeda dengan kehidupan yang baik pada individu. Satu atau dua keluarga yang hidup baik tidak dapat membentuk kehidupan baik dalam sosial. Harus ada tatanan sosial yang baik dan dipatuhi sehingga muncul kehidupan yang baik dalam sosial. Bila mayoritas masyarakat hidup baik maka Allah akan memberikan keberkahan dari langit dan bumi kepada mereka. Penjelasan hal ini diambil dari surat al Maidah, ayat 65 dan 66 yaitu bahwa karena orang-orang Ahli Kitab sedikit yang beriman dan patuh sementara mayoritas dari mereka tidak beriman, tidak bertakwa dan tidak menjalankan perintah dan larangan dalam kitab mereka, maka Allah tidak memberikan kenikmatan dan keberkahan seperti yang dijanjikan. Â Tolok ukur masyarakat berperadaban ilahi ialah beriman, berbuat kebaikan dan tidak berbuat zalim. Karena itu Allah akan menghancurkan kehidupan masyarakat yang berlangsung dengan kezaliman dan menyelamatkan masyarakat yang menjauhi kezaliman. Iman dan amal saleh sebagai pilar peradaban ilahi membutuhkan ilmu sebagai penentu keduanya.
“Kehidupan yang baik dan derajat masyarakat akan terangkat dengan ilmu dan kalian para penuntut ilmu yang bertanggung jawab dan harus berperan untuk mengangkat derajat masyarakat dengan memberikan ilmu dan pencerahan kepada mereka sehingga terwujud kehidupan yang baik,”pungkasnya.