Sadranews-Dalam rangka studi banding, UIN Raden Fatah Palembang melakukan kunjungan ke STFI Sadra Jakarta. Rombongan peserta kunjungan yang terdiri tiga dosen pembimbing dan tiga puluh delapan mahasiswa/i UIN Raden Fatah Palembang disambut di aula Al Mustafa STFI Sadra, Jakarta, Selasa(09/07/2019).
Wakil Ketua Bidang Kemahasiswaan STFI Sadra, Ustadz Hasyim Adnan, MA dalam sambutannya mewakili Ketua STFI Sadra menyampaikan selamat datang kepada rombongan tamu dan berharap semoga bisa saling bertukar informasi dan pengalaman terkait pendidikan filsafat Islam serta menggali ilmu langsung dari sumbernya. “Para civitas akademika UIN Raden Fatah yang bergelut di bidang keilmuan bagi kami adalah para tamu mulia lantaran majelis yang paling mulia di sisi Allah adalah majelis ilmu,” tegasnya. Pada akhirnya beliau mengucapkan terimakasih kepada rombongan tamu Palembang yang telah meluangkan waktu untuk berkunjung ke STFI Sadra.
Sementara itu, Hj. Anisatul Mardhiyah, Ph.D mewakili Dekan Fakultas Ushuluddin dan Pemikiran Islam UIN Raden Fatah dalam sambutannya mengucapkan terimakasih kepada civitas akademik STFI Sadra atas sambutannya yang luar biasa. “Meski baru pertama kali datang ke Sadra, namanya sudah lama saya dengar dan sangat akrab di hati,” tuturnya. Beliau menyampaikan salam dan permohonan maaf dari Bapak Dekan Fakultas Ushuluddin dan Pemikiran Islam UIN Raden Fatah karena berhalangan tidak bisa hadir pada kesempatan kali ini, kepada seluruh civitas akademik STFI Sadra. “Nanti ada sesi  perkuliahan singkat, tolong difahami dan diambil manfaatnya, siapa tahu bisa menjadi inspirasi untuk bahan penelitian kalian,” pesannya kepada para mahasiswa/i UIN Raden Fatah.
Pada sesi kuliah, Wakil Ketua Bidang Riset STFI Sadra, Ammar Fauzi, Ph.D dalam paparannya menjelaskan apakah filsafat itu dan mengapa sedikit peminatnya?. Beliau menceritakan dialog antara Sadr al Din al Qunawi murid Ibnu Arabi dengan Jalaluddin Rumi. al Qunawi, “Aku kagum kepadamu karena mampu menyederhanakan filsafat atau hakikat yang begitu tinggi ke dalam bait-bait syair.” Lalu Jalaluddin Rumi menjawab, “Aku juga kagum kepadamu karena filsafat atau hakikat tinggi yang sudah rumit itu mampu engkau perumit lagi.” Bisa jadi kerumitan istilah dan bahasan filsafat itu disengaja agar tidak disalahfahami kalangan awam. Bahkan pada saat itu para filosof dianggap kafir karena filsafat dianggap mengganggu keimanan. Munculah buku “Tahafut Al Falasifah” yang ditulis oleh Imam Ghazali. Oleh karena itu, dalam tradisi filsafat, pemahaman terhadap filsafat harus dilalui dengan teks atau buku filsafat dan bimbingan seorang guru filsafat.
Ammar Fauzi, Ph.D menasehati para peminat filsafat untuk tidak berputus asa terhadap kerumitan filsafat lantaran ada orang-orang yang bisa memahami filsafat. Seorang filosof Inggris, Francis Bacon mengatakan, “Tidak ada sesuatu yang paling mulia dan dibagikan Tuhan secara rata selain akal.” Ternyata perkataan ini juga ada dalam hadis Nabi saw, “Tidak ada sesuatu yang paling mulia dan secara rata dibagikan Allah kepada hambaNya melebihi akal.” Jadi, kalau akal para filosof dan para guru filsafat bisa memahami filsafat, akal kita juga harus bisa memahaminya.
Sejumlah mahasiswa/i yang sejak awal antusias menyimak presentasi Ammar Fauzi, Ph.D terkait filsafat, mengajukan berbagai pertanyaan dan merasa puas dengan jawaban-jawaban yang diberikan. Acara ini ditutup dengan doa, kemudian dilakukan poto bersama.