Mukadimah
Menurut Profesor. Dr. Murthada Muthahari ilmuan tidak pernah tidur atau santai, seperti; duduk minum teh, tidak berpikir, lama kelamaan dia berpikir semua hal. Akhirnya, ketidaktenangan menjadi ketenangan. Pertanyaannya adalah bagaimana menjadikan ketidaktenangan itu sebagai ketenangan? Makanya, di waktu dia nganggur dia tidak berpikir, akhirnya dia tidak tenang. Banyak orang tidak begitu, hanya mencari hidup yang kira-kira tidak berpikir, tenang, dan santai.
Bahagia dan tidak bahagia itu berawal bagaimana Anda mendefinisikan keduanya dan menafsirkan hidup. Di waktu saya hidup 12 jam untuk pekerjaan itu merupakan kesenangan, kalau begitu apa bedanya Saya dengan orang yang memegang burung sambil menirukan suara burung? Sama-sama bahagia. Karenanya, hati-hatilah dalam menafsirkan segala istilah yang terkait dengan kehidupan. Jadi, itu berpengaruh pada prilog, bisa jadi orang-orang yang kelihatannya berat bagi Anda itu adalah orang yang paling mudah hidupnya ataupun sebaliknya.
Definisi Akhlak Secara Luas
Apa itu akhlak? Akhlak adalah suatu kebiasaan yang sering dilakukan secara spontan. Akhlak secara bahasa adalah budi pekerti, prilaku. Sedangkan, secara etimologi adalah cara atau prilaku yang dilakukan seseorang yang didasari oleh hati nurani. Kalau definisi akhlak seperti itu Saya mempunyai pertanyaan ‘Apakah kedermawan itu adalah moral yang baik’, ‘apakah yang namanya dusta itu tidak baik, apakah jujur adalah moral yang baik, apakah malakah moral yang tidak baik atau baik, dan apakah seseorang yang menjadi beban orang itu moral tidak baik? Semua yang Saya sebutkan tadi adalah segala sesuatu yang terkait dengan perbuatan. Orang sering menilai seseorang secara kasaf mata. Dari mana Anda mengetahui perbuatan itu baik?
Pembahasan ini akan dimulai dari Allah, karena disini perkuliahan Islamic studies, jadi Saya menggunakan kata-kata yang terkait dengan bidang keilmuan. Disini tidak membahas perbedaan antara moral, etik, dan sebagainya, karena itu semua termasuk dalam kajian filsafat moral bukan akhlak. Pembahasan pertama adalah tentang hal yang tercipta, yang namanya tercipta adalah mahluk, berarti kita semuanya disini adalah mahluk. Didalam mahluk ini ada dua unsur dan disini kita akan mendefinisikan akhlak, ada namanya kholkun, khulukun. Kata-kata akhlak adalah jama` dari pada kata-kata khuluk.
Segala sesuatu yang bisa diindera oleh alat-alat yang bersifat materi (madi) seperti mata, telinga, dan sebagainya, itu semua termasuk dalam katagori jadid, kala orang bersikap baik, kemudian kita mengatakan dia sangat-sangat baik, kala seseorang membantu orang miskin dia dermawan, kala politikus mendekati tahun 2013 mengumpulkan anak yatim, kaum dhuafa, pengamen dijalanan, dan sebagainya. Kita menilai seseorang dari perbuatannya, maka ketika kita melihat seseorang itu baik maka dia baik. Benar, moral yang baik kadang menghasilkan perbuatan yang baik dan kadang dikatakan juga perbuatan baik tidak menghasilkan apa-apa. Seperti, Saya pergi ada orang miskin; menurut Saya, Saya harus membantunya sedangkan Saya tidak membawa apa-apa dan Saya tidak berbuat apa-apa cuman bilang kasihan. Pertanyaannya, Apakah perbuatan Saya dihadapan Tuhan dicatat sebagai moral yang baik? Tetap dicatat, makanya dikatakan dalam sebuah hadits niatnya seorang beriman lebih baik dari pada amalnya. Memang Tuhan-lah yang berhak menilai moral hati seseorang.
Terkadang orang suka menilai seseorang, contoh: aku tahu isi hati kamu, walaupun omonganmu manis tetapi aku tahu. Beranjak dari situ ada pertanyaan Saya ingin menikah dengan manusia bukan Tuhan, karena yang mengetahui isi hati seseorang hanyalah Tuhan semata bukan yang lainnya. Kembali pada pembahasan awal kita, kalau berbicara khuluk cuman terdapat dua yaitu: baik dan buruk (alhasan wa khobil)
Kedermawanan adalah akhlak baik karena memang kedermawanan adalah perbuatan yang baik, hampir semua orang menyakini itu. Mengajak dengan baik, bagus, moral tidak? Tentunya kita semua belum tahu, siapa tahu yang mengajar ingin tetap mengajar dan yang diajar supaya tetap bisa diajar. Tetapi, semuanya harus dipelajari dan ilmunya memang bisa dipelajari, terkadang ada orang yang mengatakan kita harus menciptakan manusia yang bermoral, “permasalahannya apa”? Orang yang dipelajari cuman definisi saja (just knowledge) bukan yang lainnya, berbicara moral perlu yang namanya sebuah praktek. Jadi, ilmu yang Anda pelajari tadi harus ada prakteknya. Mau atau tidak Anda memperaktekkannya? Jika, tidak Anda cuman sekedar memahaminya saja, namun tidak memiliki moral yang baik, dan ini semua terdapat pada diri manusia. Berarti ilmu yang Anda pelajari selama ini sia-sia.
Seperti sudah dijelaskan diatas bahwa khuluk terbagi menjadi dua bagian; baik dan buruk─yang baik biasanya diwujudkan pada perbuatan yang baik, namun tidak selamanya perbuatan baik menggambarkan moral yang baik. Pada dasarnya, moral ada pada diri manusia dan terwujud secara spontan. Kalau suatu perbuatan tidak dipikir-pikir lagi, apalagi untuk memilih, itulah moral yang baik, contohnya; kalau ada orang miskin, hendaknya kita langsung memberikan hadia tanpa harus berpikir terlebih dahulu, dan itu biasanya disebut dengan spontanitas (akhlak). Dalam hadits pun dikatakan sebaik-baiknya perbuatan bijak harus disegerakan jangan ditunda-tunda, karena pada saat orang berbuat baik maka disitu setan ada, berusaha menggoyahkan iman kita. Tetapi, begitu Anda berbuat baik didasarkan moral yang buruk, Anda akan mantap, makin khusyu melakukannya, semisal Anda memberi zakat Rp. 3,000,000, karena Anda ingin dilihat maka Anda akan menambahnya lagi dan lagi, berarti kalau seperti itu ibadah yang sudah Anda lakukan harus diperbaiki lagi.
Semakin tinggi derajat orang, makin tinggi pula setan menggoda orang tersebut, pada dasarnya moral adalah perbuatan hati yang terjadi secara spontan. Hati tidak ada yang mengetahuinya kecuali Tuhan, jadi Anda jangan merasa sok tahu dengan hati seseorang. Semakin hati seseorang itu bersih, maka moralnya akan bagus dan ilmupun akan cepat masuk menerangi hati, sehingga bisa menimbulkan adanya kasyaf, Anda lihat dengan hati nurani. Hati nurani itu terjadi setelah ada proses tindakan kita, Anda punya ilmu, otak Anda terisi, setelah itu Anda amalkan ilmu Anda, begitu Anda menyakini ilmu dan mengamalkannya itu disebut dengan hikmah, terus kemudian Anda tergiring oleh ilmu dan hikmah ini. Maka, ilmu tersebut bersih, ilmu yang keduapun akan datang sesuai dengan hatinya. Diwaktu itu, Anda berakhlak buruk maka Anda akan berakhlak baik, namun waktu Anda berbuat baik Anda tidak akan sok menafsir-nafsirkan hati orang lain, tidak suka membongkar-bongkar rahasia orang, dan sebagainya. Dikarenakan, hati Anda sudah terisi dengan hikmah tadi, kalau akhlak kita baik Allah membanggakan, namun kalau buruk Allah akan menutupnya dengan rapat dan memberikan kesempatan. Sampai disinilah definisi tentang akhlak.
Jangan minder terhadap diri sendiri karena minder merupakan penyakit hati yaitu sombong. Ketika Anda dihadapi dengan orang yang lebih tinggi dari Anda, maka Anda akan menjelekkan diri Anda. Tetapi, jika Anda berada dihadapan orang dibawah Anda dengan angkuhnya Anda membanggakan diri Anda dihadapan orang tersebut. Jadilah diri Anda apa adanya jangan dibuat-buat, jika Anda kurang ucapkan alhamdullilah, dan jika Anda lebih ucapkanlah terimakasih.
Kita akan berbicara tentang diri kita terkait dengan moral, dan ada teori. Teori ini berasal dari Plotinus/Ibnu Rusyd dan diambil oleh imam al-Ghazali, teori ini juga disampaikan oleh an-Naroqi dalam kitabnya jama`atus sa`adah, kalau kita lihat penulisnya ini sunni dan ini syi`ah. Dalam dunia keilmuan tidak berbicara hal demikian, yang dibicarakan adalah dunia keilmuan. Mungkin ada perbedaan tentang pemahaman teologi dan fiqih, namun dalam dunia keilmuan tidak membahas hal seperti itu. Tidak ada pertanyaan seperti Anda moralnya apa? Anda solat itu manfaatnya apa dan ikhlasnya mazhab apa?
Manusia memiliki tiga kekuatan, Anda tidak akan bisa melakukan moral yang baik atau menghilangkan moral buruk Anda, apabila Anda tidak kenal diri Anda. Siapa Anda? Jadi, ternyata jika kita tidak kenal diri, dan tidak kenal diri ini, kita menjadi tidak tahu diri. Karena, kita tidak tahu diri kita sering ujung-ujungnya berbuat sesuatu yang berdasarkan moral yang tidak baik, yang kita pikirkan adalah rumah yang baik, mobil yang baik, makanan yang baik walaupun tidak sehat. Maksudnya, makanan yang enak pasti tidak sehat seperti ada acara-acara besar kita makan─makanan yang enak sehingga badan kita menjadi gemuk yang tidak sehat. Makanya, banyak ustadz yang mati muda, jamaahnya panjang umur semua, karena makananya sayur, tahu, dan tempe.
Kekutan Manusia
Jiwa terdiri dari akal, ruh, dan qolbu, ini semua teorinya Nawawi dalam al-Quran dikatakan wanafsi sawaha didalamnya sudah mencakup ketiga bagian tadi. Dengan akal maka jiwa kita bisa mengetahui hal-hal yang dicerna oleh logika. Makanya, makin Anda tahu itu akan berpengaruh pada jiwa Anda. Dan dikatakan juga fahalha maha fujuroha watakwaha dan kami ilhamkan, yang dimaksud ilhamkan disini untuk semua mahluk hidup, semuanya berpotensi baik dan buruk. Jadi, kita semua terlahir sebagai ilmuan, tetapi masih didalam, ketika Anda keluar tertarik pada dunia luar Anda bingung, pada dasarnya kita semua cerdas, cuman kecerdasan Anda tertutup oleh kepompong yang kuat. Makanya, ketika bayi baru lahir diadzankan, bayi tersebut paham karena kata-kata tersebut tidak asing ditelinganya. Terkadang kedua orang tuanyalah yang mengasingkan bayi tersebut dengan hal-hal yang tidak baik, awalnya kita dekat dengan kebenaran kemudian kita mendengarkan kata-kata tidak boleh oleh orang tua kita.
Ruh, didalam jiwa kita terdapat ruh karena Allah tidak memanggil hal yang bersifat parsial. Ketika orang sudah meninggal yang dipanggil bukanlah tubuhnya melainkan ruhnya. Dalam al-Quran disebutkan ya ayutuhal nafsul mutmainah irji`i artinya wahai jiwa yang telah kembali. Waktu diambil semuanya adalah akal dan ruh. Dengan ruhlah Anda mengetahui sifat maksusat sesuatu yang tidak mampuh, tetapi Anda bisa merasakannya. Makanya, ada ruhani artinya ruh itu memahami segala sesuatu yang tidak bisa terdeteksi oleh indra. Seperti prihatin, kasihan, peduli, dan sebagainya. Itu semua ruhani yang merasakan dan itu semua kerjaannya jiwa. Ada lagi yang namanya al-Qalbu, tetapi ini bukan sekedar yang sudah disebutkan diatas, mati tidaknya jasad kita ditentukan unsur ini, begitu ruh kita di cabut jasad kitapun mati, karena pada dasarnya jasad kita mati. Qalbu ini paling dalam pada dataran manusia, kalau dia terbimbing dengan baik secara aqli dan rohani. Maka akan baik, dan biasanya kalau kualitasnya makin naik, maka sudah bukan qalbu lagi namanya.
Kemudian pada dataran ini disebut quatul gadab dalam bahasa Arab gadab memiliki arti marah, tetapi disini didefinisikan sebagai kekuatan-kekuatan emosi. Sifat ini tidak bisa dihilangkan, karena Tuhan yang memberikannya langsung kepada manusia dan, ini juga tidak boleh dihilangkan karena pada dasarnya manusai sangat memerlukannya. Ini kekuatan yang harus dimiliki oleh manusia, karena Anda tidak akan berkembang kalau tidak ada kekuatan ini, ini harus ada.
Dan yang ketiga quatul sahwat, orang yang tidak memiliki kekuatan ini tidak normal. Makanya, orang salah ketika mengatakan Nabi Yahya tidak punya sahwat karena tidak menikah. Kalau seperti itu namanya tidak sempurna, mana mungkin Allah menciptakan hal yang tidak sempurna, apalagi yang diciptakannya Nabi. Sahwat itu harus ada asal jangan berlebihan, biasa saja asal ada. Allah menciptakan mahluk-Nya sangat sempurna, kalaupun ada ketidaksempurnaan itu dikarenakan kita bukan pada Allah.
Takdir
Hati-hati dalam menafsirkan takdir terkadang kita menafsirkan takdir tidak sesuai, contoh saja kenapa Anda begini? Karena takdir dan sebagainya, apa-apa yang terjadi semuanya dikaitkan dengan takdir seolah-olah Allah sendirian yang main, manusia tidak memiliki peranan dalam kehidupannya. Maka dari itu tugas Anda sebagai intelek harus memahami apa yang disampaikan pada masyarakat dalam bahasa yang muda dicerna, agar masyarakat tidak salah dalam mengartikan takdir.
Kata Imam Nawawi dan Ibnu Hajar Asqolani dalam bukunya al-Munabihat li istidadi yaumil ma`ad beliau mengatakan bahwa qila dikatakan, tetapi dalam buku yang lain itu perkataan Imam Ali, beliau mengatakan inna sahwata tajkirun mulukan abidan wa sohro yasirul abida hulukan ala thoro fi zulaekha wa yusufan: sahwat bisa menjadikan Raja menjadi hamba sahaya dan sabar menjadikan hamba sahaya menjadi seorang Raja. Tidakkah Anda melihat cerita Nabi Yusuf dan Zulaekha, Yusuf adalah seorang budak kemudian menjadi seorang Raja dan Zulaekha yang tadinya seorang yang terhormat menjadi hamba sahaya (budak).
Bagaimana hubungan keduanya melahirkan moral yang baik? Kita berbicara bagaimana moral yang baik lahir pada diri kita, bagaimana menumbuhkan moral yang baik? Maka, perlunya harmonisasi kekuatan dalam diri, maka kekuatan akal ini harus menjadi pengendali, menjadi kusir terhadap kedua kekuatan (gadab dan sahwat). Ini juga bisa disebut dengan dialog dalam diri sendiri, ternyata definisi tentang moral memang tidak begitu bisa kita kerucutkan, dan harus dalam proses, mungkin kualitasnya juga butuh proses. Orang primitif saja “Saya ingin bantu, ingin saja tidak cukup tetapi kalau ingin meningkatkan kualitas moral dia memerlukan proses”, yaitu melalui dialog-dialog. Contohnya, di waktu Anda mempunyai uang Rp. 10,000 kekuatan emosi Anda bergerak, Anda mempunyai sahwat, keinginan-keinginan dan lainnya, dan dari situlah peranan akal Anda bekerja. Diri Anda akan terus berdialog dan semakin tinggi kualitas keimanan Anda. Maka, Anda sudah berhasil menaklukan tiga kekuatan tadi, berpkirlah karena dia akan melakukan hal yang positif dan menghasilkan kekuatan yang berkualitas.
Sekarang Anda jangan diam, sebab tidak mungkin seseorang menjadi sesuatu yang hebat tanpa melalui gang-gang kekurangan dan sebagainya, Anda harus bergerak. Inikan baru keterangan atau tahapan tidak mungkin segala sesuatu langsung keatas, semuanya itu melalui proses berupa dialog-dialog, dan untuk membekali dialog harus dengan ilmu, ilmu itu merawat kekuatan akal yang sudah ada pada diri kita. Betapa hebatnya diri kita, tetapi yang lebih hebat adalah Tuhan yang menciptakan diri kita. Makanya, diri kita disebut dengan alam mikro, Tuhan mengetahui segala hal tidak seperti kita mengetahui sesuatu pada intinya saja, maka dari itu dunia yang luas ini hanya Tuhan-lah yang mampuh mengetahui semuanya. Tetapi, kalau kita mengetahui hanya sebatas pada masalah-masalah yang bersifat parsial, Tuhan mengetahui apa yang akan terjadi dari awal penciptaan sampai berakhirnya dunia. Meskipun demikian, Allah-pun memberikan kemampuan pada kita, tetapi kita bukan Tuhan. Mengetahui seperti apa? Manusia mengetahui mahluk-mahluk, melalui dunia mikro yang Tuhan ciptakan untuk kita. Dalam teorinya imam Ghazali disebut dengan keadilan dalam diri.
Jangan Anda mengatakan Indonesia harus adil kalau diri kita sendiri tidak pernah menciptakan keadilan pada diri kita. Salah satu bentuk keadilan adalah mendiamkan sahwatnya agar tidak terjadi korupsi dimana-mana, begitu juga dengan tersinggung yang akhirnya menimbulkan kemarahan. Orang Muslim yang baik, pemimpin yang baik adalah secara internal mampu mengendalikan diri, cahaya yang ada pada dirinya memancar melalui kebijaksanaan-kebijaksanaan. Siapakah Dia? Menurut kalangan suni belum dilahirkan, sedangkan berbeda halnya dengan syi`ah yang berpendapat sudah pernah dilahirkan. Itu semua tidak terlalu penting yang paling penting adalah misinya pro-keadilan dan anti kedzaliman.
Setiap Nisfu Sa’ban diadakan seminar di Iran yang mengundang semua agama, sekte, aliran, dan itu menakutkan Amerika. Semua agama, sekte, aliran mengakui semua manusia tidak bisa menyelesaikan dunia dengan dirinya sendiri, harus melalui bantuan, dan Tuhan akan mendatangkan hambanya yang akan menyelesaikan dunia yang tiada henti-hentinya. Siapakah dia? Setiap agama, sekte, aliran mempunyai namanya masing-masing. Alwaqih layatuhu: realita yang berbeda-beda, kalau memang dia ada dengan cara yang baru, maka semuanya akan mengatakan: iya ini dia. Apakah si dia kalau syi`ah akan mensyi’ahkan orang sunni, orang sunni akan mensunnikan orang syi`ah atau sebagainya. Misi dia adalah sebagaimana kebaikan, contohnya Nabi Muhammad di Madina dengan Piagam Madina beliau merangkul semua agama dalam satu wilayah. Bagi orang Muslim beliau merupakan pemimpin orang Islam, tetapi bagi kalangan non-Muslim bukan pemimpinya, tetapi mereka merasa nyaman dengan kepemimpinanya, karena disana tidak ada pemaksaan keyakinan. Keyakinan tidak bisa dipaksakan, karena kalau keyakinan seseorang dipaksakan dia semakin yakin terhadap keyakinannya, makin ditekan makin mantap.
Pertanyaan diakhir pertemuan ini adalah sudahkan kita menjadi manusia? Karena, yang namanya manusia tercipta dari dua unsur penting yaitu kholkun dan khulukun, dan sudahkan kita mensyukuri kekuatan ini dengan baik dengan mengharmonisasikan terhadap perbuatan-perbuatan kita? Bagaimana mengobati moral yang tidak baik dan bagaimana cara mengobatinya? Para sufi yang dekat dengan Tuhan, dengan tangannya dia bisa menyembuhkan orang-orang yang sakit. Makanya, Wali tidak ada yang kaya. Kalau Anda mendalami dunia sufistik akan bagus dalam mengobati orang sakit, karena Anda memiliki jiwa yang tenang, dan obat yang Anda berikan pada pasien pun akan cepat berfungsi dengan baik, coba kalau orang sakit pergi ke Rumah Sakit untuk berobat belum apa-apa sudah sakit duluan karena obatnya mahal.
Di Rusia ada kejadian yang sangat mengejutkan, ada seorang dokter dan rohaniawan merawat pasien dengan penyakit yang sama, obat yang diberikan sama─satu di datangi Rohaniawan dan yang satunya bukan (dokter), diperkirakan dengan obat yang ada itu 16 bulan penyakitkannya akan terobati, “apa yang terjadi”? Yang di datangi oleh rohaniawan belum dua bulan sudah sembuh, karena di obati oleh orang tenang, makanya tidak terjadi preradadok semuanya berjalan dengan baik. Sehingga semua obat secara alami mengobati dengan merata, tetapi yang satunya enam bulan saja susah. Bagaimana obat itu berfungsi dengan baik? Karena, yang bersangkutan stresnya luar biasa. Nah, disini pada dasarnya pentingnya pengobatan medis diimbangi dengan rohani/ketenangan jiwa. Sebenarnya bagus pengobatan alternatif, namun sangat mahal sehingga bukannya pasien sembuh─yang ada malah stress, karena biaya yang terlalu mahal. Inti dari pengobatan adalah bagaimana pasien itu tidak stres dan merasa nyaman itulah inti pengobatan.
(Edited by. Ufie)