Ringkasan Sekolah Hikmah Muta’aliyah “Harakah Jauhariyah “ (Gerak Subtansi) (Sesi ke10- DR. Ammar Fauzi)

Gerakan dalam definisi Aristotles adalah “Kamalun awwalun li maujudin minjihatin annahu bil quwah” yakni kesempurnaan pertama dari realitas dari sisi potensialitasnya. Dalam hal ini gerak di definisikan dengan kesempurnaan, jika kemudian kita ingin mengurai, maka kita asumsikan misalnya subjek gerak seperti manusia, ia memiliki dua keadaan dalam hal gerak, yakni pertama gerak itu sendiri dan titik yang akan di raih. Ketika ia mulai bergerak, itu disebut sebagai kesempurnaan pertama dan keadaan kedua setelah ia bergerak disebut dengan kesempurnaan kedua.

Adapun mulla sadra mendefinisikan gerak sebagai “ al hudus attadriji awil khuruj minal quwati illal fi’i;” yakni suatu kejadian bertahap, atau suatu kenyataan atau proses keluar dari kondisi potensial ke kondisi aktual. Hikmahnya adalah, menurut filsafat kita di dorong untuk menjadi aktual. Aristoteles menyatkaan bahwa gerak terjadi pada tiga hal yakni, Kualitas (Kaifiyat), kuantitas (Kammiyat), dimana (aina), pada selain tiga hal ini tidak terjadi gerak. Ibnu Sina menerima seluruh pandangan ini dan menambahkan satu aspek lagi yakni posis (wado’) yang merupakan salah satu aksiden. Kedua-duanya mengakui mustahil terjadi gerak pada aksiden kecuali pada empat hal ini. Suhrawardi menolak pandangan ini yang secara tidak langsung menyatakan bahwa gerak adalah atribut bagi aksiden.

Suhrawardi menyatakan bahwa gerak, adalah aksiden itu sendiri. Namun bukan aksiden dalam pandangan paripatetik yang mengajukan sepuluh aksiden melainkan beliau hanya mengajukan lima jenis aksiden. Mulla sadra justru mengurai persoalan dari diskusi yang rancu ini. Mulla sadra mengajukan sebuah identifikasi apakah gerak ini masuk pembahasan quiditas ataukah masuk pembahasan wujud. Jika kita membahas gerak dengan memasukkannya dalam pembahasan kategori maka seolah-olah memasukan gerak hanya sebagai pembahasan quiditas.

Pertanyaan sadra adalah, apakah gerak merupakan pembahasan quiditas, atau merupakan pembahasan wujud itu sendiri. Sadra membalikkan pandangan-pandangan filsafat yang dilematis ini dengan menyatakan bahwa gerak bukan hanya berlaku pada aksiden, namun terjadi pada semua realitas yang bisa bergerak setidaknya pada realitas konkrit. Inilah hal yang mendasari pemikiran mulla sadra mengenai gerak subtansi. Dalam mulla sadra geraka bukan hanya kesempuraan pertama dan kesempurnaan kedua, melainkan suatu ekstensi (imtidal) atau perluasan eksistensial. Maka perubahan yang terjadi di alam ini keseluruhannya semua sempurna. Sadra menjelaskan bahw kita tidak bisa memisahkan keadaan pertama dengan keadaan selanjutnya. Seperti misalnya sebuah apel yang busuk, jika kita melihat sebagai satu kasus saja, maka kita akan melihatnya sebagai ketidak-sempurnaan, namun jika kita meliihatnya sebagai rangkaian, maka kita akan melihat kesempurnaan, pembusukan sebuah apel adalah watak alamiah tumbuhan yang memungkinkan baginya untuk mengurai diri mempersiapkan pertumbuhan selanjutnya. Element-element yang terlibat dalam rangkaian kausalitas harus dilibatkan sehingga keseluruhan sebab ini adalah satu. Perluasan eksistensial terjadi pada eksistensi bukanlah pada quiditas, sehingga baik subtansi maupun aksiden sesungguhnya ia bergerak. Berdasarkan fundemantalitas wujud dan konvensionalitas quiditas mengandaikan bahwa jika gerak terjadi pada wujud maka baik subtansi maupun aksiden terlibat dalam keadaan ini.

Aristotles memustahilkan terjadinya gerak pada wujud yang menurutnya mengasumsikan dua keadaan, sebelum-dan sesudah yang artinya terjadi perubahan yang bersifat totalitas pada wujud dan ini tidak mungkin. Maka aristoteles hanya menerima bahwa gerak bisa terjadi pada subjek-subjek tertentu yakni pada aksiden-aksiden sebagaimana disebutkan di atas. Ibnu arabi menjawab hal ini secara sederhana, dengan penjelasan, katakan bahwa gerak adalah aksiden, baik disebut sifat atau bagian dari aksiden maka ia tetap dapat di katakan keberadaannya ada pada yang lain, jika gerak ini ikut pada yang lain, sudah tentu selain aksiden itu sendiri harus bergerak karena ia bergantung pada yang lain. Artinya subtansi itu sendiri bergerak (bithoriqin haula). Oleh karena itu gerak itu sendiri adalah wujud itu sendiri yaitu “kemengaliran wujud” (kiasan). Jika kita hubungkan dengan penciptaan, Tuhan tidak menciptakan subtansi baru kemudian aksiden, melainkan ketika Tuhan menciptakan realitas konkrit maka secara otomatis Tuhan menciptakan subtansi dan aksiden yang artinya gerak itu sendiri sudah menjadi karakter dari realitas konkrit tersebut.

Hubungannya dengan teologi, Mulla shadra menjelaskan bahwa para teolog telah sepakat bahwa Tuhan mustahil terlibat dalam perubahan, itulah kenapa gerak tidak dapat diasumsikan sebagai perubahan itu sendiri. Pernyataan tentang sesuatu yang bergerak mengandaikan bahwa sesuatu tersebut memilki kualitas kediaman. Karena diam-nya, sesuatu tersebut memilki kualitas gerak. Hal ini tidak dapat dinisbatkan kepada Tuhan. Itulah kenapa para teolog memilih kata Tsabit (tetap) kepada Tuhan. Sehubungan dengan penciptaan, sebagaimana pembahasan gerak di atas, maka dapat di simpulkan bahwa penciptaan itu terjadi sekali yakni ketika Tuhan menciptakan subtansi, maka secara otomatis geraknya telah ada dalam subtansi tersebut dan karenanya gerak itu adalah subtansi itu sendiri, oleh karena itu gerak itu sendiri adalah kejadian terus menerus, kejadian yang terus menerus ini bersifat tetap, jadi gerak dalam subtansi itu sendiri bersifat tetap sebagaimana tetapnya keadaan Tuhan. Inilah makna, “Kulla Yaumin Huwa Fi sa’n”, ia senantiasa mencipta. (ed.Bznlh)

PROGRAM STUDI

PRODI FILSAFAT

menghasilkan sarjana filosof muda yang memiliki pemahaman luas dan keahlian di bidang filsafat Islam, serta mampu memberikan kontribusi terhadap berbagai persoalan pemikiran Filsafat dan Islam pada masyarakat, baik di tingkat nasional maupun internasional

ALQURAN DAN TAFSIR

menghasilkan para sarjana yang memiliki keahlian dalam bidang Ilmu Al-Quran dan Tafsir, mampu melakukan penelitian fenomena sosial dan keagamaan dan mencari alternatif pemecahanan masalahnya berbasiskan pada Ilmu Al- Quran dan Tafsir.

Jalan. Lebak bulus II no.2 Cilandak Barat, Jakarta Selatan 12430. Call: 021-29446460 Fax: 021-29235438 info@sadra.ac.id

About us

Sekolah Tinggi Filsafat Islam di Indonesia yang fokus pada pengkajian filsafat Islam & Ilmu Alqur’an – Tafsir. Sistem pembelajaran di dasarkan pada perpaduan antara nilai-nilai tekstual (alqur’an & Assunah) dengan pendekatan rasional yang bersumber dari khazanah ilmiah Islam klasik & kontemporer.

STAI SADRA
TUTUP