STFI Sadra. 9/05 Kelas Hikmah Mutaaliyah kali ini menghadirkan seorang akademisi filsafat yang tidak asing lagi di dunia akademis yakni Dr. Ammar Fauzi yang di dampingi oleh moderator Ir. Ahmad Jubaili, MA. Kelas Hikmah Mutaaliyah kali ini membahas tentang konsep Esensi (mahiyah) yang juga menjadi isu utama dalam sub pembahasan Hikmah Muta’aliyah. Konsep ziyadat al wujud ‘ala al mahiyah menghasilkan konsep yang menjadi dasar asholatul wujud, Wujud sebagai yang fundamental. Karena konsep Esensi dan Wujud dengan denotasi (misdaq) real yang hanya satu memunculkan pertanyaan: Konsep mana yang sebenarnya mempunyai denotasi dalam dunia luar mental? Ketika Sadrian menjawab: Wujud adalah yang memiliki denotasi di dunia luar itu, maka muncullah konsep; Wujud sebagai yang asli tersebut. Maksud dari asli/asholah adalah Nyata dan berada di luar mental dan hal yang memberikan efek. Akal yang memurnikan mahiyah, maksudnya bahwa mahiyah itu berbeda dengan wujud. Maka akallah yang mengibaratkan bahwa mahiyah itu ada. Kalau kita melihat depenisi mahiyah bahwa mahiyah itu adalah jawaban dari pertanyaan apa? Artinya menanyakan suatu keapaan seuatu yang sudah wujud. Misalnya mempertanyakan sesuatu yang ada dihadapan kita, kemudian kita berikan karakteristik agar berbeda dengan yang lain. Sehingga dapat diketahui dengan jelas bendanya. Misalnya, kita mempertanyakan keapaan yang ada dihadapan kita, terus kita jawab ini adalah sebuah pulpen, maka dalam akal kita membagi pemahaman kita dari pulpen yang kita lihat, bahwa ada kata yang pulpen dan ada kata ada (ada didepan kita) Dari pengibaratan akal tersebut diatas, kita bisa mengetahui bahwa akal yang menyifatkan mahiyah dengan wujud. Maka makna pemisahan antara mahiyah dan wujud inilah yang disebut sebagai aksiden . Maka wujud itu bukanlah entitas terhadap mahiyah dan bukan pulah bagian-bagian mahiyah. Mahiyah dan wujud adalah sesuatu yang saling berbeda. Mahiyah dan wujud itu bisa dinegasikan, kalau sekiranya sekiranya entitas dan bagian-bagian mahiyah itu tidak bisa dinegasikan , karena mustahil penegasian terhadap entitas sesuatu begitu juga dengan bagian-bagian sesuatu dari wujud. Wujud itu dipredikatkan ke mahiyah mengharuskan adanya dalil karena, jika sepert itu maka dia tidak disebut sebagai ententitas dan sebagia bagian dari wujud. Karena esensi sesuatu dengan esensi wujud itu telah jelas maka tidak perlu lagi kepada sebuah dalil. Maksudnya bahwa mahiyah itu punya batasan sendiri yang berbeda dengan mahiyah, sehingga jelas bagi kita bahwa mahiyah itu bukan wujud. Jika kita asumsikan bahwa mahiyah itu bisa disandarkan kepada ada dan ketiadaan, maka kalau sekiranya wujud itu itu adalah ententitas atau bagian dari mahiyah maka mustahil kita sandarkan mahiyah itu kepada ketiadaan karena itu adalah wujudnya kontradiksi.
menghasilkan sarjana filosof muda yang memiliki pemahaman luas dan keahlian di bidang filsafat Islam, serta mampu memberikan kontribusi terhadap berbagai persoalan pemikiran Filsafat dan Islam pada masyarakat, baik di tingkat nasional maupun internasional
menghasilkan para sarjana yang memiliki keahlian dalam bidang Ilmu Al-Quran dan Tafsir, mampu melakukan penelitian fenomena sosial dan keagamaan dan mencari alternatif pemecahanan masalahnya berbasiskan pada Ilmu Al- Quran dan Tafsir.
Sekolah Tinggi Filsafat Islam di Indonesia yang fokus pada pengkajian filsafat Islam & Ilmu Alqur’an – Tafsir. Sistem pembelajaran di dasarkan pada perpaduan antara nilai-nilai tekstual (alqur’an & Assunah) dengan pendekatan rasional yang bersumber dari khazanah ilmiah Islam klasik & kontemporer.