Â
STFI Sadra. Kamis, 31/03. Rumi Institut sebuah lembaga yang dipimpin oleh Muhammad Nur Jabir MA yang juga merupakan Dosen STFI Sadra menyelenggarakan Sekolah Rumi dengan Tema “ Makna Hidup dan Pemaknaan Hidup Perspektif Maulana Jalaluddin Rumi”. Acara ini diselenggarakan di Sekretariat Rumi Institute.
Hadir sebagai pembicara dalam kegiatan ini Dr. Haidar Bagir yang juga merupakan dosen Tasawuf dan Filsafat Islam STFI Sadra.Â
Muhammad Nur Jabir menyampaikan bahwa tema kegiatan ini terinspirasi ucapan Albert Camus yang mengatakan bahwa “siapa yang tak mampu menemukan makna hidup, jalan terbaik baginya adalah bunuh diri”. Dan kali ini kita mencoba berusaha mengenal makna hidup melalui Maulana Jalaluddin Rumi”.
Dr. Haidar menyampaikan bahwa walaupun beliau bukan seorang ahli Rumi namun dirinya adalah satu dari jutaan peminat pemikiran rumi. Dr. Haidar juga telah menulis dua buah buku mengenai rumi. Yakni yang berjudul “Mereguk Cinta Rumi” dan “Belajar Hidup dari Rumi”. Sebelum menulis kedua buku ini beliau menulis pengantar dalam buku mengenai Ibnu Arabi yang berjudul “Semesta Cinta”.
Pemikiran rumi ibarat samudra yang luas, dan kita para peminatnya adalah ibarat seorang yang menyentuhkan ujung-ujung kaki di tepi samudra. Tema inti dari para awliya sufi sebenarnya adalah cinta. Para sufi selain rumi seperti Sadruddin Kunawi, Fariduddin Atthar, dan Ibnu Arabi menekankan pengenalan terhadap aspek ini.
Menurut Haidar Bagir, Rumi adalah sufi yang sangat sentimental (dalam artian positif), terbukti betapa ia tidak dapat hidup tanpa sahabat. Ia memiliki kerinduan yang luar biasa terhadap gurunya bernama Syam At-tabrizi. Disebutkan bahwa Syam Tabrizi bertemu dan berpisah dengan Rumi. Syam Tabrizi adalah guru pengetahuan keilahian bagi Rumi. Perpisahan dan pertemuan ini membuat Cinta rumi terhadap gurunya semakin menguat. cinta yang dilandasi kecintaan kepada kenyataan tertinggi. Cinta inilah prinsip islam yang tidak dikenal oleh orang kebanyakan. Didalam islam, berdasarkan ilustrasi Fariddudin Attar hubungan Tuhan dan Manusia digambarkan sangat intim yang seolah-olah ibarat dua orang sahabat yang bermain catur. Keintiman ini adalah afeksi menandai percintaan antara Tuhan dan hamba.
Rumi banyak menceritakan keintimannya dengan Tuhan melalui puisi. Kehidupan bagi rumi adalah kisah percintaan antara Tuhan dan Hamba. Makna hidup menurut Rumi adalah mencintai dan di cintai. Hal ini senanda dengan sabda Rosululloh Saw “siapa yang tidak mencintai, tidak akan di cintai”. Kedua hal ini tidak mungkin dapat terpisah. Pengalaman persahabatan Rumi dan Syam Tabrizi adalah refleksi Cinta. Perpisahan keduanya mencapai keadaan dimana hal ini membuat Rumi semakin tenggelam dalam lautan cinta. Kenapa hal ini dapat terjadi? Karena Syam Tabrizi inilah yang membuka seluruh rahasia spiritual kepada Rumi. Sampai dalam suatu keadaan Rumi seoalah-olah menyatakan bahwa Syam Tabrizi, sahabat yang hanya dirinya sendiri yang mengenalnya adalah manifestasi ilahi atau insan kamil. Afeksi kepada keIlahian inilah yang menjadi makna hidup bagi Rumi.