Jakarta 17/03/2014. Dosen Tamu STFI Sadra Prof. Dr. Sayyid Eshaq Hoseini Kauhsari berkesempatan menjadi pembicara dalam Seminar Internasional yang bertajuk “Dimensi Sufistik dalam Karya Sastra Melayu dan Persia” pada hari senin 17 Maret 2014 yang diselenggarakan oleh Fakultas Adab dan Humaniora UIN Syarif Hidayatullah Jajakarta di aula Prof. Dr. Bustami Abdul Ghani. Acara ini juga dihadiri oleh para mahasiswa/i, akademisi dan budayawan yang bergerak dalam pengembangan sastra.
kegiatan ini bertujuan untuk mengurai interaksi dua kebudayaan besar yang menjadi titik tumpu perkembangan tasawuf didunia yaitu nusantara yang direpresentasikan dengan masyarakat melayu dan tentu saja kebudayaan besar Persia yang melahirkan para sufi besar seperti Jalaluddin ar-rumi, sa’di, Hafez dan lain sebagainya. Para sufi di nusantara adalah orang-orang yang terpengaruh oleh pandangan-pandangan tokoh-tokoh besar sufi dari persia ini diantaranya adalah Hamzah Fansuri yang menjadi pelopor perkembangan tasawuf yang bercorak falsafi sekaligus amali di nusantara.
Sufisme yang berkembang di nusantara memiliki keterkaitan erat dengan perkembangan bahasa dan mainstream sastra di nusantara. Peranan dan pengaruh mereka sangat besar bagi perkembangan bahasa, kebudayaan dan sastra Melayu. Lesunya kajian filologi di Indonesia munkin salah satu penyebab hilangnya perhatian terhadap relasi historis ini. Tak mengherankan sebagian besar karya penulis lama Nusantara, khususnya penulis sufi, masih berupa naskah dan belum cukup banyak yang dialihaksarakan serta diterbitkan. Lagi pula selama beberapa puluh tahun belakangan ini, kebijakan pendidikan kita tidak memberi perhatian serius terhadap pelajaran sejarah kebudayaan dan tradisi intelektual bangsanya sendiri.
Karya-karya Hamzah Fansuri lebih beruntung. Hampir semuanya telah dijumpai dalam bentuk transliterasinya. Bahkan sudah muncul pula beberapa kajian yang cukup luas dan mendalam. Namun masalahnya bukan hanya apakah ada kajian atau tidak. Selagi ajaran tasawuf sang sufi masih diperdebatkan dengan sengitnya, selama itu pula peranan dan kedudukannya sebagai tokoh spiritual dan keagamaan akan tetap diperdebatkan. Begitu pula sumbangannya terhadap bahasa, kebudayaan dan sastra Melayu.