Sadra-News. Jum’at, 20/05. Sekolah Tinggi Filsafat Islam (STFI) Sadra menyelenggarakan Seminar Internasional yang bertajuk “Konsep Juru Selamat dalam Perspektif Agama-agama” di Auditorium Al-Musthafa STFI Sadra. Hadir dalam seminar ini sebagai pembicara Prof. Dr. Akbar Badi’i (Islam) dan Dr. Abdul Aziz Abbasi (Islam) serta pewakilan dari agama lain Dr. Adrius Sunarko dari STF Driyarkara (Kristen) sebagai perwakilan dari Khatolik, serta Karnadi, S.Pd.H,M.si, dari agama Hindu. Seminar Internasional ini secara langsung dimoderatori oleh Ketua STFI Sadra, Dr.Kholid Al-Walid, M.Ag.
Dalam penjelasannya, Prof. Dr. Akbar Badi’i menyatakan bahwa terealisasinya kesempurnaan kehidupan adalah harapan seluruh umat manusia. Harapan ini bersumber dari fitrah dan karenanya merupakan kebenaran. Juru selamat dalam Islam yang dikenal dengan Al-Mahdi, datang untuk memenuhi harapan ini. kemunculan Al-Mahdi dimaksudkan agar teraktualisasinya seluruh potensialitas dalam kehidupan ini, yang telah lama terpendam karena kekotoran yang menghinggapi manusia.
Selain itu, Dr. Abbasi menekankan bahwa makna ‘penantian’ terhadap kemunculan “Sang Juru Selamat” haruslah merupakan penantian yang ‘aktif’, yakni dengan menyesuaikan diri terhadap nilai-nilai dan cita-cita yang akan dibangun oleh Sang Juru Selamat tersebut, karena itu seorang penanti harus memahami filsafat penantian, bagaimana menjadi penanti yang aktif dan tindakan apa yang semestinya dibangun. Inilah yang dimaksud dengan hadis yang berbunyi “Ibadah yang agung dan utama adalah penantian terhadap Al Mahdi”.
Sebagai pembanding, Dr. Adrius sebagai perwakilan dari Kristen Katholik menggambarkan bahwa Sosok Juru Selamat dalam tradisi Kristen adalah sosok Yesus Kristus itu sendiri. Juru Selamat dalam Kristiani berarti Dia yang mampu memperbaiki hubungannya dengan Allah dan ciptaan-Nya. Seorang manusia baru akan mengalami pembebasan hakiki, jika ia mampu memperbaiki hubungannya dengan Allah. Penderitaan manusia sesungguhnya disebabkan oleh buruknya hubungan dengan Pencipta. Karena relasinya yang erat dengan Allah, maka ia menjadi manusia yang bebas dan merdeka.
Konsep Juru Selamat dalam perspektif Hindu, yang diwakili oleh Bapak Karnadi, S.Pd.H, M.si, menjelaskan bahwa konsep ini erat hubungannya dengan ajaran dalam agama Hindu tentang Kerta dan Dharma yang merupakan Kebijakan Sang Pencipta. Kerta adalah hukum-hukum alam semesta yang direalisasikan oleh Brahman (Tuhan), sedangkan Dharma adalah hukum-hukum moral yang menjadi modal bagi manusia untuk dapat kembali kepada-Nya. Pelanggaran terhadap keduanya menyebabkan penderitaan bagi umat manusia. Dengan kebijaksanaan-Nya, Tuhan merealisasikan dirinya sebagai Awatara melalui manifestasinya (Wisnu) yang muncul sebagai makhluk untuk menegakkan Dharma. Awatara terakhir yang disebutkan dalam Weda adalah bernama Kalki Awatara, Sang pemusnah Kezaliman, muncul saat Kali Yuga dalam ajaran agama Hindu, Kalki adalah Awatara Wisnu kesepuluh sekaligus yang terakhir, yang akan datang pada akhir zaman Kaliyuga (zaman kegelapan dan kehancuran) yang mengendarai kuda putih, memiliki pedang berkilat yang digunakan untuk memusnahkan kejahatan dan menghancurkan Iblis Kali kemudian menegakkan kembali Dharma dan memulai zaman yang baru.
Acara ini mendapatkan apresiasi yang luas dari berbagai kalangan, baik akademisi, agamawan dan pemerhati isu-isu sosial dan budaya. Hal tersebut terlihat dengan banyaknya peserta yang hadir tidak hanya saja dari STFI Sadra tapi dari beberapa kampus lain dan juga non muslim turut menghadiri dan menyimak acara sampai selesai.