“Al Quran dan Problematika Manusia Dalam Kehidupan Berbangsa dan Bernegara” merupakan tema berbobot untuk mengurai pandangan qurani tentang bagaimana seharusnya hidup berbangsa dan bernegara, sumbangsih pemikiran kontemporer diharapkan di dalam acara ini muncul dari dua tokoh Mufassir Indonesia Prof. Dr. M. Quraisy Shihab MA, dan Mufassir muda Iran Prof.Dr. Seyed Mofid Hoseini Kauhsari dalam acara Studium General dalam rangka memulai masuknya tahun ajaran akademik semester ganjil 2013-2014 di ICAS Jakarta dan Sekolah Tinggi Filsafat Islam Sadra di Aula Almustafa, Jum’at 20/09/2013, Jam 14:00-16:00
“Kini umat Islam berada dalam era peradaban yang menantang untuk menampilkan Islam sebagai solusi disaat berbagai konsep idiologi dunia mengalami kegagalannya mulai dari komunisme, kapitalisme, demokrasi dan lain-lain, mampukah umat Islam menghadapi tantangan ini ?”, demikian Prof. Dr. Seyyed Mofid Hosseini Kouhsari menggugah audien  mengawali presentasinya. Menurut beliau Ada tuntutan yang besar bagi umat Islam untuk bisa menjawab tantangn ini, beliau mencoba untuk masuk pada tiga persoalan inti sebagai prinsip-prinsip yang fundamental; Pertama,  umat Islam harus kembali bangkit, kreatif dan berjihad untuk kembali merujuk kepada ajaran-ajaran murni Al Quran; Kedua, tidak cukup bagi umat Islam mengandalkan tafsir-tafsir yang selama ini sudah ada karena tuntutan situasi kontemporer, dan yang ketiga adalah melakukan  pembaharuan  yang mendasar dari pengetahuan-pengetahuan yang tidak up to date untuk kembali merujuk kepada Al Quran secara komprehensif .
 Prof. Dr. M. Quraisy Shihab MA, menanggapi positif tiga prinsip fundamental diatas, beliau menambahkan bahwa perkembangan yang terjadi saat ini baik pada ilmu pengetahuan dan kondisi sosio-politik otomatis menuntut secara fundamental adanya pembaharuan pandangan, kalau ada gerakan puritanistik atas nama agama yang tidak memegang tiga prinsip tersebut, maka sebenarnya gerakan ini adalah gerakan mundur dan Islam tidak akan menjadi solusi bagi tuntutan perubahan peradaban global.
Lebih lanjut menurut beliau Al Quran harus diajak bicara dalam memecahkan semua problematika hidup khusunya dalam konteks berbangsa dan bernegara, ia harus menjadi tolok ukur kebenaran, naif  kalau madzhabnya yang malah menjadi ukuran kebenaran Al Quran.
Berbangsa dan bernegara dalam pandangan Mufassir Al-Misbah Indonesia ini harus menjunjung tinggi hak-haknya, hak untuk hidup, hak bermartabat, hak bebas dan merdeka. Sebagai bangsa yang berada dalam teritorial tertentu seperti Indonesia dengan komunitas penduduk yang heterogen yang saling terhubung dan terikat oleh nilai-nilai, maka sangat tidak qurani dan menyimpang bila ternyata terjadi tragedy ada yang melakukan pembenaran terhadap tindakan pengusiran, penjarahan, pembakaran bahkan sampai pembunuhan  oleh sekelompok dari bangsa ini terhadap sekelompok yang selainnya baik itu yang lain agama apalagi yang seagama.
Hadir dalam acara Studium General segenap civitas Icas Jakarta dan STFI Sadra mahasiswa, dosen dan tamu undangan, acara dibuka oleh sambutan ketua STFI Sadra Dr. Kholid Al Walid sekaligus dimoderatori oleh beliau, sebelum diakhiri acara ini diberikan penghargaan dan apresiasi kepada mahasiswa-mahasiswa yang berprestasi