Sadranews-Acara Studium Generale bertema “Islam dan Tantangan Zaman” yang dihadiri para dosen, mahasiswa dan karyawan digelar di aula Al Mustafa STFI Sadra Jakarta, Jumat(23/08/2019).
Dalam acara yang dimulai sejak pukul 9:00 ini, kronologi peristiwa Ghadir Khum beserta bukti-buktinya disampaikan. Barangkali tema “Islam dan Tantangan Zaman” yang dikaitkan dengan peristiwa Ghadir Khum, tidak lazim diperbincangkan. Namun dalam dunia akademik, apapun temanya sah-sah saja untuk didiskusikan selama bisa dipertanggungjawabkan secara ilmiah, bahkan dapat menambah khazanah pengetahuan.
PK III. Bidang Kemahasiswaan Hasyim Adnani, MA dalam sambutannya pertama-tama mengucapkan selamat datang kepada mahasiswa/i baru STFI Sadra. “Kita tidak akan menyia-nyiakan kesempatan berharga ini. Semoga tema “Islam dan Tantangan Zaman” ini dapat bermanfaat bagi masyarakat Indonesia sehingga mampu menghadapi tantangan-tantangan baru kedepan dengan petunjuk hukum-hukum Islam,” ungkapnya.
Sebelum presentasi dua pemateri yang dimoderatori Dr. Cipta Bakti Gama dimulai, syair dan puisi terkait keutamaan sosok Ali bin Abi Thalib as dibacakan. Hal ini menambah semarak suasana dan berlangsungnya acara “Studium Generale” ini.
Selaku pemateri pertama, Ketua STFI Sadra Dr. Kholid Al Walid dalam presentasinya menjelaskan kronologi peristiwa Ghadir Khum. Sebuah tempat di dekat Juhfah antara Makkah dan Madinah disebut Ghadir Khum. Di situlah Rasulullah saw seusai haji Wada` mengumpulkan para sahabat dan berkhotbah di depan mereka seraya menyampaikan ayat 67 surat Al Maidah yang dikenal dengan nama ayat Tabligh. Tantangan berat di zaman sekarang ialah bagaimana menemukan sosok pemimpin berkualitas baik dalam keilmuan maupun ibadahnya yang bisa menaungi semua kalangan khususnya umat Islam, sebagaimana pesan dalam peristiwa Ghadir Khum tersebut.
“Sunni dan Syiah sepakat terhadap peristiwa Ghadir Khum ini, hanya saja mereka berbeda dalam makna “Wali” pada kata “Maulahu” dalam hadis Nabi saw. Menurut Sunni kata “Maulahu” itu bermakna dekat, sahabat dan kecintaan, sedangkan Syiah memaknainya sebagai pemimpin,” paparnya.
Sementara itu, Direktur Perwakilan Jamiah Al Mustafa Al Alamiyah, Dr Hussein Mottaghi selaku pemateri kedua dalam presentasinya menyampaikan bahwa peristiwa Ghadir Khum merupakan catatan sejarah yang validitasnya terang benderang dan diakui beragam ulama dari berbagai madzhab. Bahkan sejumlah filosof terkemuka seperti Ibnu Sina, Abu Raihan Biruni, Khajih Nasiruddin Thusi dan Al Farabi membangun dasar-dasar pemikiran filosofis kepemimpinan berdasarkan peristiwa Ghadir Khum. Para ahli hadis, ahli tafsir dan sejarawan Sunni semisal Thabari, Ibnu Atsir dan Ahmad bin Hanbal juga menjelaskan tentang peristiwa Ghadir Khum.
STFI Sadra merupakan kampus representasi Islam dan rasionalitas yang harus didominasi spiritualitas dan akhlak. “Nasihat saya kepada para mahasiswa STFI Sadra, hendaknya menguatkan keimanan mereka dengan mengamalkan ilmu-ilmu yang sudah dipelajari agar mereka bisa menjadi teladan bagi masyarakat sehingga dapat meningkatkan keimanan masyarakat. Karena keimanan masyarakat tidak akan kuat hanya dengan mendengarkan ceramah dan nasihat,” ungkapnya.