Sadranews-Acara webinar internasional bertema “ Imam Khomeini: Simbol Kemerdekaan dan Kebebasan” dalam rangka peringatan Haul yang ke-33 Sayyid Ruhullah al Musawi atau yang dikenal dengan sebutan Imam Khomeini, digelar di Aula Al Mustafa STAI Sadra Jakarta, Selasa (7/06/2022) siang.
Acara yang dibuka pukul 13.00 WIB tersebut diikuti oleh para mahasiswa dan dosen dengan narasumber Dr. Mohsen Ghanbari (Deputi Hubungan Luar Negeri Universitas Internasional Al-Mustafa, Iran), Dr. Kholid Al Walid (Ketua STAI Sadra), Prof. Dr. Asmal May, MA (UIN Sultan Syarif Kasim, Riau) dan Dr. Agus Ali Dzawafi (UIN Sultan Maulana Hasanuddin, Banten)
Dalam presentasinya, Dr. Mohsen Ghanbari selaku Deputi Hubungan Luar Negeri Universitas Internasional Al-Mustafa Iran menyampaikan sebuah teori baru Islam mengenai tiga cara meneguhkan ajaran Islam dalam pandangan Imam Khomeini yaitu pertama, berangkat dari problem-problem eksternal kemudian merujuk kepada al Quran dan Sunnah untuk menjawab berbagai persoalan tersbeut. Kedua, melalui peristiwa-pristiwa tertentu, gagasan umum yang bersumber dari al Quran dan Sunnah dimunculkan dan ketiga, membandingkan dan mengukur ide umum berdasarkan prinsip dan ide utama.
Mengenai hal tersebut, Imam Khomeini berkata: “Tidak ada keberatan antara rakyat dan pemerintah. Saya percaya kepada republik Islam, yang berarti saya percaya kepada Islam.” Dalam pernyataaan lain, dikemukakan juga tentang gagasan Imam Khomeini terkait Ummah Islam, pertama agama universal, kedua memiliki pemikiran dan pandangan yang rasional terhadap umat Islam, ketiga beliau sepenuhnya menolak gerakan politik dalam umat Islam.
“Mengenai peradaban Islam, Imam Khomeini menjelaskan bahwa pertama kita harus fokus pada ide dan mengajarkan bagaimana menjadi muslim yang baik dalam arti menjadi orang yang baik. Kedua, membangun diri sebagaimana perkataan beliau, “Kita harus lebih dulu fokus kepada diri kita sendiri.” Ketiga, membangun masyarakat setelah kita berhasil membangun diri sendiri. Keempat, membangun peradaban,” pungkasnya.
Pembicara selanjutnya adalah Prof. Dr. Asmal May, MA (UIN Sultan Syarif Kasim, Riau). Ia mengungkapkan bahwa Imam Khomeini seorang ulama Syiah yang disegani baik di dalam maupun di luar negeri karena pemikirannya yang sangat mendalam tentang Islam khususnya di bidang tasawuf. Konsep wahdatul wujudnya Imam khomeini tidak berarti bersatunya Sang Kholiq dan makhluk, tapi satu-satunya wujud adalah Allah sebagai wajibul wujud sedangkan makhluk adalah mengalami kefanaan karena mumkinul wujud. Tasawuf merupakan solusi alternatif pada zaman modern. Hal-hal yang bersifat modern dan bahkan berlawanan dengan Islam bisa diluruskan dan diselesaikan dengan jalan tasawuf. Karena tasawuf mengajarkan akhlak yang mulia, semodern apapun manusia, ketika bertasawuf akan berakhlak mulia pula. Mengenal diri melalui jalan tasawuf akan mendatangkan kebahagiaan. Untuk itu, ada 4 tingkatan (maqam) menurut Imam Khomeini, pertama ilmu, kedua ubudiyah, ketiga ketenangan jiwa dan keempat, penyaksian hakikat.
“Pemikiran tasawuf beliau ini lah yang dapat menyatukan kaum muslimin dan menjadikan mereka merdeka dan bebas. Lihat lah betapa pesatnya kemajuan Iran hari ini,” ujarnya.
Sementara itu Dr. Agus Ali Dzawafi (UIN Sultan Maulana Hasanuddin, Banten) menjelaskan bahwa dalam buku “Wasiat Sufi Imam Khomeini” beliau menyinggung empat macam perjalanan jiwa menuju Allah pandangan Mulla Sadra (Al Asfar al Arbaah).
Pertama, perjalanan dari makhluk menuju al Haq adalah menghilangkan hijab kegelapan yaitu kotoran hawa nafsu dan cahaya yaitu sinar (maqam) hati dan ruh, perjalanan dari alam materi menuju alam misal, dari misal menuju akal, dari alam akal menuju al Haq. Singkatnya kecintaan di dunia itu sewajarnya saja, namun ketergantungan, perhatian dan kecintaan sejati hanyalah kepada Allah bukan selainNya. Kedua, perjalanan bersama al Haq dalam al Haq. Perjalanan tanpa batas berupa penelusuran terhadap sifat-sifat ilahiyah, mengetahui seluruh sifat dan asma`Nya, fana` dalam Zat, Sifat dan perbuatanNya. Sebagaimana disebutkan dalam hadis qudsi bahwa ketika Allah mencintai hambaNya, maka Allah menjadi pendengaran, penglihatan dan penggenggam bagi hamba tersebut. Kondisi hamba yang sampai pada tingkatan ini disebut dengan fana` fillah.
Ketiga, perjalanan dari al Haq menuju makhluk bersama al Haq, yakni timbulnya kesadaran setelah fana`. Jika dalam keadaan fana` seorang hamba itu hanya melihat Allah dan tidak melihat yang lain. Ketika tingkatannya naik, maka selain ia melihat Allah ia melihat makhluk pula. Keempat, perjalanan bersama al Haq dalam makhluk. Ini merupakan puncak tingkatan dimana seorang hamba melihat dengan mata ilahiyah dan mengetahui rahsaia-rahasia makhluk, titik awal dan tujuannya, yang baik dan yang buruk. Seorang yang sampai pada tingkatan ini atau tingkatan risalah, ia diangkat sebagai rasul dan yang selain rasul disebut dengan wali, khalifatullah atau insan kamil. Puncak tingkatan insan kamil adalah Nabi Muhammad saw, sedangkan tingkatan insan kamil-insan kamil lainnya di bawah Nabi Muhammad saw. Imam Khomeini dalam perjuangannya sudah melewati empat macam perjalanan spiritual tersebut terlebih perjalanan bersama al Haq dalam makhluk sebagaimana Nabi Muhammad saw setelah melewati perjalanan Isra` Mi`raj kembali bersama umat.
“Saya menemukan ada tujuh puluh enam karya ilmiah Imam Khomeini di berbagai bidang dalam hardisk eksternal. Beliau adalah orang merdeka yang bersama Allah yang secara lahir terbebas dari hawa nafsu dan hegemoni Barat, banyak memberikan manfaat serta inspirasi kepada masyarakat sehingga mampu memimpin revolusi Islam,” ungkapnya.
Dalam kesempatan yang sama Dr. Kholid Al Walid menyampaikan bahwa Imam Khomeini adalah sosok yang mengagungkan persatuan umat Islam dengan perkataannya “Tidak ada Timur maupun Barat, yang ada hanyalah La ilaha illallah”. Kehadiran Imam Khomeini memberikan jawaban atas beragam persoalan yang dihadapi umat Islam dan mengembalikan kepercayaan umat Islam terhadap Islam setelah sebelumnya kehidupan di dunia ini dikendalikan oleh kapilatisme dan sosialisme. Beliau menyadarkan manusia bahwa agama merupakan alternatif dalam mengembalikan manusia pada hakikatnya.
Problem feminisme dalam Islam berangkat dari pandangan tradisionalis tekstualis yang melihat perempuan hanya sebagai pelayan rumah tangga dan mengeluarkan mereka dari hak-hak insaniyahnya. Munculnya feminisme dan gender sebagai reaksi atas pandangan tradisionalis tekstualis dan meletakkan posisi perempuan sama dengan laki-laki dan bahkan mampu menggantikan peran laki-laki di seluruh aspek kehidupan. Imam Khomeini menolak pandangan feminisme tersebut dan menyampaikan pandangannya tentang perempuan bahwa perempuan memiliki hak-hak yang sama dengan laki-laki dan mampu menggapai tingkat tinggi dalam bidang keilmuan maupun yang lain. Perempuan sebagaimana laki-laki punya kewajiban menyempurnakan diri mereka. Perempuan bukanlah pesaing tetapi pelengkap bagi laki-laki. Laki-laki dan perempuan satu sama lain saling melengkapi dan menyempurnakan bukan bersaingan.
“Dalam hal ini perempuan merupakan kunci utama kemenangan revolusi Islam Iran dan revolusi Islam Iran berhutang budi pada perempuan. Revolusi yang digagas Imam Khomeini adalah revolusi kemanusiaan dan salah satu dimensinya mengangkat hatkat martabat kaum perempuan,” paparnya.
menghasilkan sarjana filosof muda yang memiliki pemahaman luas dan keahlian di bidang filsafat Islam, serta mampu memberikan kontribusi terhadap berbagai persoalan pemikiran Filsafat dan Islam pada masyarakat, baik di tingkat nasional maupun internasional
menghasilkan para sarjana yang memiliki keahlian dalam bidang Ilmu Al-Quran dan Tafsir, mampu melakukan penelitian fenomena sosial dan keagamaan dan mencari alternatif pemecahanan masalahnya berbasiskan pada Ilmu Al- Quran dan Tafsir.
Sekolah Tinggi Filsafat Islam di Indonesia yang fokus pada pengkajian filsafat Islam & Ilmu Alqur’an – Tafsir. Sistem pembelajaran di dasarkan pada perpaduan antara nilai-nilai tekstual (alqur’an & Assunah) dengan pendekatan rasional yang bersumber dari khazanah ilmiah Islam klasik & kontemporer.