Sadranews- Dalam acara studium generale yang diselenggarakan oleh Program Studi Akidah dan Filsafat Islam, Fakultas Ushuluddin, Adab, dan Dakwah, UIN Syekh M. Djamil Djambek Bukittinggi, Dr. Kholid Al Walid selaku narasumber menyampaikan ulasan kritis tentang sejarah dikotomi keilmuan di Indonesia. Ia menyoroti bagaimana pemisahan antara ilmu agama dan ilmu umum mulai terbentuk sejak kemunculan dua ormas Islam besar: Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama (NU).
Menurut Dr. Kholid, Muhammadiyah merintis pendidikan modern berbasis Islam melalui sekolah formal, sementara NU mengokohkan tradisi pesantren dengan fokus pada ilmu-ilmu keislaman. Pola ini, ungkapnya, telah memperkuat sekat antara ilmu agama dan ilmu umum—warisan intelektual yang masih membayangi hingga kini.
Ia mengulas berbagai upaya tokoh-tokoh Islam kontemporer, seperti Fazlur Rahman, Nurcholish Madjid, hingga Sayyid Naquib al-Attas, dalam menyatukan dua kutub keilmuan tersebut. Namun, Dr. Kholid menilai pendekatan-pendekatan seperti inseminasi nilai, rekonstruksi pemikiran, Islamisasi ilmu, sains sacral, integrasi ilmu dan integrasi-interkoneksi belum mampu mengatasi akar persoalan secara tuntas.
Lebih lanjut, ia mengkritik pandangan yang menjadikan ilmu pengetahuan Barat sebagai bentuk “ijtihad” modern. “Ilmu Barat dibangun atas dasar positivisme dan materialisme, yang tidak mampu menjelaskan nilai-nilai spiritual dan kemanusiaan Islam,” tegasnya.
Sebagai solusi, Dr. Kholid menawarkan jalan ijtihad intelektual yang integratif, berbasis wahyu, akal, dan filsafat Islam, khususnya pemikiran Mulla Sadra. Ia meyakini pendekatan ini mampu melahirkan sistem pengetahuan Islam yang kokoh secara intelektual dan spiritual.
Acara yang digelar pukul 08:00 WIB secara daring pada Jumat (23/5) tersebut mengangkat tema penting: “Rekonstruksi Dikotomi Ilmu Keagamaan dan Humaniora Barat dan Modern,” dan dihadiri oleh akademisi dari berbagai kampus, termasuk Prof. Dr. Syafwan Rozi (Dekan FUAD UIN Djambek), Prof. Ahmad Atabik (Dekan Ushuluddin IAIN Kudus), dan segenap sivitas akademika yang berupaya menjembatani jurang antara ilmu keagamaan dan ilmu humaniora modern guna menciptakan pendekatan yang lebih integratif dan relevan dengan tantangan zaman.

