Sadranews – Bedah buku “Dinamika Pemikiran Politik Imam Khomeini” digelar di Aula Gedung A FTK UIN SMH Banten pada Senin, 7 Juli 2025. Acara ini merupakan kerja sama antara Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN Banten, STAI Sadra, dan Sadra International Institute (SII).
Forum ilmiah ini membahas kontribusi pemikiran Imam Khomeini sebagai tokoh revolusioner dan spiritualis abad ke-20, berlangsung mulai pukul 09.00 WIB dalam suasana reflektif pasca-konflik 12 hari Iran-Israel dan krisis kemanusiaan di Gaza.
Hadir sebagai narasumber: Dr. Abdelaziz Abbacy (Direktur Sadra International Institute), Ahmad Fadhil, Lc., M.Hum. (Penulis Buku Reformasi Pemikiran Teologis Muhammad Bagir As Shadr dan Dosen Fakultas Ushuluddin UIN Banten), serta Dr. Ali Muhtarom, S.M.I. (Penulis Buku Gerakan Keagamaan Islam Transnasional: Diskursus dan Kontestasi Wacana Islam Politik di Indonesia dan Dosen FTK UIN Banten).
Dr. Nana Jumhana, M.Ag., Dekan FTK UIN SMH Banten, menyampaikan apresiasi kepada Direktur Sadra International Institute, Ketua STAI Sadra, dan rombongan atas kehadiran mereka dalam kegiatan bedah buku di kampus UIN Banten. Ia menegaskan bahwa acara ini merupakan hasil kerja sama yang bermanfaat antara FTK, STAI Sadra, dan SII.
Bedah buku ini diharapkan memperkaya wawasan civitas akademika tentang politik Islam melalui pemikiran Imam Khomeini, yang dikenal sebagai pemimpin revolusi Islam Iran sekaligus pemikir besar dalam konsep politik Islam, termasuk Wilayatul Faqih. Kegiatan ini juga mencerminkan visi fakultas untuk memperluas wawasan global dan memperdalam kajian akademik mengenai politik Islam dari berbagai perspektif.
Dr. Otong Sulaeman, Ketua STAI Sadra, sebagai keynote speaker menyampaikan pidato reflektif dalam acara bedah buku “Dinamika Pemikiran Politik Imam Khomeini”. Ia menekankan bahwa acara ini bukan sekadar kegiatan akademik, tetapi pembacaan atas dinamika zaman. Imam Khomeini disebut sebagai sufi-politikus yang memandang politik sebagai tanggung jawab ilahiah dan sarana menegakkan keadilan, bukan sekadar perebutan kekuasaan. Ia menyoroti dua prinsip utama pemikiran Khomeini. Pertama, politik sebagai bentuk pengabdian kepada Tuhan dan keadilan sosial. Kedua, pepemimpinan harus dipegang oleh sosok bermoral dan berilmu agama.
Dr. Otong menafsirkan konsep Wilāyat al-Faqīh sebagai kepemimpinan etis, yang dalam konteks Indonesia selaras dengan sila keempat Pancasila. Pemikiran Khomeini, menurutnya, bukan ekspansi ideologi, tetapi inspirasi etis.
Terkait konflik Iran-Israel, ia menilai sikap Iran mencerminkan prinsip Khomeini: keberpihakan pada kaum mustadh‘afin dan penolakan terhadap penjajahan. Membela Palestina, bagi Indonesia, adalah tanggung jawab konstitusional dan filosofis, sebagaimana tercantum dalam UUD 1945 dan nilai-nilai Pancasila.
Diselenggarakan oleh Fakultas Tarbiyah, acara ini dinilai strategis karena pendidikan adalah titik awal revolusi Imam Khomeini. Dr. Otong menutup dengan ajakan untuk membaca pemikir Islam seperti Khomeini, yang memadukan spiritualitas dan keberanian politik, sebagai upaya membebaskan diri dari standar ganda global.
Acara dilanjutkan dengan penandatanganan MoU dan diakhiri dengan seruan moral agar forum-forum seperti ini tidak berhenti pada wacana, tetapi mendorong keberanian bersikap. Dalam realitas penuh kebohongan, diam dianggap sebagai pengkhianatan terhadap nilai-nilai luhur. “Jika kita tidak berteriak, kita telah mengkhianati darah para syahid,” pungkasnya mengutip Imam Khomeini.


