Jelajahi Cakrawala Baru Peta Pemikiran dan Gerakan Perempuan dalam Percaturan Dunia: PSP Sadra Kembali Gelar Diskusi Interaktif

Sadranews— Pusat Studi Perempuan (PSP) Sadra menggelar diskusi bertajuk “Peta Pemikiran dan Gerakan Perempuan: Dunia Islam, Barat, dan Kontemporer” pada Jumat (21/11/2025) di Ruang Meeting Lantai 4 Kampus STAI Sadra. Acara yang berlangsung pukul 14.00 WIB ini menghadirkan Ketua PSP Sadra, Wa Ode Zainab Zilullah Toresano, Ph.D., sebagai narasumber dengan Zahra Mustafawiyah dari Divisi Penelitian PSP Sadra sebagai moderator.

Dalam sambutan pembuka, Endang Sri Rahayu, M.Ud., selaku penasihat PSP Sadra, menyampaikan rasa bangga atas terbentuknya pusat studi ini beserta program-programnya. Menurutnya, PSP Sadra mampu menawarkan peta pemikiran baru mengenai isu perempuan dengan mengaitkannya pada filsafat Islam dan irfan, sekaligus memberi ruang bagi para pemuda untuk aktif berperan dalam diskursus gender di era modern.

Memulai presentasinya, Wa Ode Zainab menegaskan bahwa perkembangan pemikiran tentang perempuan—baik dalam tradisi Barat, Islam, maupun wacana kontemporer—berakar dari problem ketidakadilan yang masih dihadapi perempuan hingga kini. Ia menjelaskan bahwa identitas manusia kompleks, namun perempuan dan laki-laki kerap direduksi hanya pada kategori biologis. Padahal, posisi perempuan juga ditentukan oleh dinamika sosial yang membentuk peran mereka. Karena itu, urgensi pembahasan tentang perempuan tidak lepas dari perjuangan mereka agar potensi yang dimiliki diakui setara oleh masyarakat.

Wa Ode Zainab kemudian memaparkan perjalanan panjang wacana perempuan sejak era kuno. Dalam masyarakat Yunani abad ke-4 SM, gagasan awal feminisme tampak dalam karya Antigone karya Sophocles yang memperlihatkan benturan antara perempuan dan otoritas maskulin. Di masa Romawi dan pra-Islam, perempuan bahkan tidak memiliki hak kepemilikan meski berasal dari kelompok elit. Perubahan besar muncul saat Islam datang, ketika Rasulullah Saw dinilai membawa spirit pembebasan yang mengangkat martabat perempuan dan membuka ruang kontribusi mereka dalam kehidupan sosial.

Sementara itu, dalam tradisi Barat, feminisme berkembang dalam beberapa gelombang. Gelombang pertama ditandai oleh pemikiran Mary Wollstonecraft melalui A Vindication of the Rights of Woman yang menuntut hak-hak politik perempuan. Gelombang kedua memperluas kritik terhadap ketimpangan di ranah privat dan publik. Gelombang ketiga, lewat tokoh seperti Rebecca Walker, menonjolkan keberagaman identitas perempuan serta kebebasan menentukan pilihan hidup, baik domestik maupun profesional.

Memasuki era kontemporer, isu perempuan berkembang melalui pendekatan interseksionalitas dan aktivisme digital. Media sosial menjadi ruang penting untuk menyuarakan ketidakadilan, termasuk dalam bidang ekonomi dan politik. Gerakan seperti Aliansi Laki-Laki Baru menandai keterlibatan laki-laki dalam perjuangan keadilan gender, sementara eko-feminisme menyoroti hubungan perempuan dengan pelestarian lingkungan. Dalam feminisme Muslim, interpretasi kritis terhadap teks-teks suci menjadi fokus utama. Khusus di Indonesia, gerakan perempuan memiliki kekhasan karena sejak awal turut melibatkan laki-laki, berbeda dengan pola perjuangan feminisme Barat.

Menutup pemaparan, Wa Ode Zainab menekankan bahwa era digital membuka banyak peluang untuk mengembangkan gerakan pemikiran perempuan. Namun, ia mengingatkan pentingnya prinsip tasawuf, yakni mengenal diri sendiri, agar tidak mudah terseret arus informasi yang begitu cepat dan sering kali menyesatkan.

Diskusi berlangsung hangat dan interaktif, dihadiri oleh mahasiswa dan anggota PSP Sadra. Sesi tanya jawab pun berjalan meriah sebelum acara ditutup dengan doa dan sesi foto bersama.

 

Tinggalkan Komentar

Scroll to Top