Sadranews– Dominasi paradigma keilmuan Barat dalam pendidikan modern menjadi sorotan utama Prof. Kholid Al Walid, M.Ag., Deputi Perguruan Tinggi Al-Mustafa, dalam seminar nasional bertajuk “Rekonstruksi Epistemologi Tauhid” yang digelar Fakultas Ushuluddin, Adab, dan Dakwah (FUAD) Universitas Islam Negeri (UIN) Fatmawati Sukarno Bengkulu, Selasa (11/11) pagi.
Dalam paparannya, Prof. Kholid menekankan perlunya umat Islam membangun kembali epistemologi yang berlandaskan prinsip tauhid. Menurutnya, hingga kini masih terdapat dikotomi antara ilmu-ilmu keislaman dan ilmu humaniora modern. “Dunia Islam perlu merekonstruksi bangunan keilmuannya sendiri, agar ilmu tidak kehilangan ruh spiritual dan nilai kemanusiaannya,” tegasnya.
Prof. Kholid menambahkan, rekonstruksi epistemologi tauhid harus dilandasi penguasaan dua sumber pengetahuan: disiplin ilmu modern dan khazanah klasik Islam, termasuk Al-Qur’an, hadis, fiqh, filsafat, serta tasawuf. Dengan pendekatan kritis dan selektif, umat Islam diharapkan mampu mengintegrasikan sains modern dengan nilai-nilai spiritualitas.
Lebih jauh, ia menjelaskan, epistemologi tauhid memandang seluruh realitas sebagai kesatuan yang bersumber dari Tuhan Yang Maha Esa. Dengan perspektif ini, ilmu pengetahuan tidak hanya menjadi sarana memahami alam, tetapi juga jalan menuju kesadaran spiritual.
Seminar ini juga menyinggung sejarah dikotomi keilmuan di Indonesia, yang bermula dari peralihan pendidikan pesantren tradisional ke sistem pendidikan modern warisan kolonial. Modernisasi ini memunculkan persepsi bahwa ilmu agama bersifat tradisional, sementara ilmu Barat dianggap lebih rasional dan maju.
Kegiatan yang dimulai pukul 08.00 WIB ini menghadirkan Prof. Kholid dan H. Ahmad Farhan, M.S.I., Ph.D, Dosen UIN FAS Bengkulu, sebagai narasumber. Seminar menjadi ajang penting bagi akademisi dan mahasiswa untuk menggali kembali makna tauhid sebagai fondasi keilmuan Islam di tengah dominasi paradigma Barat.
Melalui seminar ini, FUAD UIN Fatmawati Sukarno Bengkulu mendorong lahirnya paradigma keilmuan Islam yang integratif, menyatukan wahyu, akal, dan pengalaman empiris dalam satu kesatuan yang berlandaskan tauhid.

