Sadranews- Di tengah arus teknologi dan banjir informasi yang kian deras, persoalan moral manusia ternyata tak pernah berubah. Yang berganti hanyalah wajah dan konteksnya. Inilah benang merah yang mengemuka dalam seminar dan bedah buku Etika Islam karya Faidh Kasyani yang digelar Sadra International Institute (SII) bekerja sama dengan MNC University, Rabu (17/12/2025).
Kaprodi MAFI STAI Sadra Jakarta, Dr. Benny Susilo, Ph.D., menjelaskan bahwa buku tersebut tetap relevan bagi generasi Z karena menyentuh persoalan paling mendasar manusia: hati. “Masalah manusia dari dulu hingga sekarang sama—masalah hati. Yang berbeda hanya aksiden dan bentuk kasusnya,” ujar Benny.
Mengacu pada pengantar buku, Faidh Kasyani menempatkan Al-Qur’an, Sunah Nabi, pandangan para imam, serta pemikiran ulama—khususnya Imam al-Ghazali—sebagai fondasi etika. Sejalan dengan al-Ghazali, Faidh berpandangan bahwa hati, jiwa, dan ruh pada hakikatnya adalah satu kesatuan dan menjadi inti eksistensi manusia.
Dr. Benny menjelaskan bahwa setiap manusia memiliki tiga daya utama: akal, syahwat, dan ghadhab (emosi). Seluruh problem moral manusia selalu berkisar pada bagaimana ketiga daya ini dikelola. “Generasi X dan Gen Z menghadapi persoalan yang sama secara esensial. Perbedaannya hanya pada konteks sosial dan teknologinya,” jelasnya.
Menurutnya, Buku Etika Islam mengajak pembaca menilai tindakan moral berdasarkan keseimbangan daya-daya jiwa. Jiwa dinilai sehat ketika ketiga daya tersebut bekerja secara adil dan proporsional. Akal yang berlebihan melahirkan kelicikan, kekurangan melahirkan kebodohan, sementara posisi tengah melahirkan kebijaksanaan.
“Pada daya ghadhab, keseimbangan melahirkan keberanian, sedangkan pada daya syahwat melahirkan kesederhanaan. Dari keseimbangan itu, lahirlah empat kebajikan utama: keadilan, kebijaksanaan, keberanian, dan kesederhanaan—empat pilar yang menjadi fondasi bangunan etika Faidh Kasyani,” imbuhnya.
Seminar bertema “Etika Religius: Membangun Karakter di Era Gen Z” ini berlangsung pukul 12.30 WIB di Gedung MNC University, Lantai 5 Student Lounge, dan dimoderatori oleh M. Rezki Oktavianoor, M.Si.
Dalam sambutannya, Wakil Rektor II MNC University, Dr. Bernadetta Kwintiana Ane, menyampaikan bahwa kegiatan ini merupakan bagian dari mata kuliah Etika dan Agama, sekaligus ruang dialog lintas iman. “Etika religius bukan untuk memisahkan, melainkan memperkuat nilai-nilai kemanusiaan universal,” ujarnya.
Ia menekankan bahwa Gen Z hidup di tengah kemajuan teknologi yang luar biasa cepat, sekaligus menghadapi tantangan moral yang semakin kompleks. Perbedaan, menurutnya, bukan penghalang, tetapi sumber kekayaan perspektif dalam membangun karakter generasi muda yang berintegritas dan berkeadaban.
Ketua SII Dr. Abdelaziz Abbaci dalam keynote speech-nya menyinggung pergeseran tantangan zaman. Jika pada masa para nabi tantangan bersifat fisik dan kasat mata, kini tantangan hadir dalam bentuk pikiran, imajinasi, informasi, dan media. “Karena itu, nilai dan kriteria etika perlu dibangun ulang agar selaras dengan tantangan zaman,” tegasnya.
Sementara itu, narasumber lain, Yohanes Mitakda, menyoroti dominasi konsep “hati” dalam buku tersebut. Dari 434 halaman, kata hati muncul sebanyak 234 kali, hampir di setiap halaman. “Ini menunjukkan keseriusan penulis dalam menempatkan manajemen kalbu sebagai pusat etika,” ujarnya.
Acara yang dihadiri sekitar 150 mahasiswa dan civitas akademika MNC University ini menegaskan satu pesan penting: di tengah kecanggihan teknologi yang terus berkembang, pertarungan paling menentukan tetap berlangsung di dalam hati manusia itu sendiri.
Sesi tanya jawab berlangsung hangat dan dinamis, ditandai dengan antusiasme peserta yang mengajukan beragam pertanyaan. Diskusi berfokus pada relasi antara hati dan daya-daya jiwa dengan dunia algoritma serta media sosial, termasuk dampaknya terhadap kesehatan mental dan spiritual manusia.


