Sadranews-Acara Public Lecture dengan tema “Imam Khomeini: The Jurist, The Mystical and The Political Leader” dalam rangka memperingati Haul Imam Khomeini yang ke-34 tahun diselenggarakan di Auditorium Al Mustafa STAI Sadra Jakarta, Selasa (6/06/2023) siang.
Acara dibuka pukul 13.30 WIB dengan pembacaan kalam ilahi oleh Ikram Muzadi dan dimoderatori oleh Muhammad Fajri serta dihadiri para dosen, mahasiswa dan karyawan STAI Sadra Jakarta. Turut hadir Prof. Dr. Hossein Mottaghi, Dr Kholid Al Walid beserta jajaran deputi dan Dr. Zaid Al Salami yang sekaligus sebagai pembicara.
Dalam sambutannya, Dr. Hasyim Adnani selaku Wakil Ketua III Bidang Kemahasiswaan mengatakan bahwa Imam Khomeini adalah seorang hamba Allah yang soleh tapi mampu menggetarkan dunia. Dengan kesederhanaan dan kepiawaianya mampu menggulingkan istana yang telah berdiri ratusan tahun. Beliau hibahkan seluruh hidupnya untuk Allah swt dimana hal ini sangat sulit untuk ditiru.
“Di usia muda dengan spiritualitas tinggi beliau menulis karya-karya fenomenal di berbagai bidang disiplin ilmu. Berbeda dengan karya-karya ilmiah sejumlah ulama dan penulis yang melangit saja, karya ilmiah beliau di samping melangit juga membumi,” tuturnya.
Sementara Dr. Zaid Al Salami membeberkan sosok Imam Khomeini dalam perspektif ulama, ahli tasawuf dan pemimpin politik. Di samping sosoknya yang dicintai karena berhasil mendirikan Negara Republik Islam beliau juga dibenci sebagian orang lantaran dianggap sebagai pemimpin diktator dan dua pandangan pro dan kontra ini terus ada hingga kini. Tentu saja, beliau seorang faqih yang menguasai ilmu agama, seorang Arif dan filosof yang menguasai ilmu tasawuf/irfan dan filsafat dan seorang pemimpin politik hebat yang menguasai ilmu politik. Beliau meyakini bahwa Nabi Muhammad saw dan para Imam Maksum pun mempunyai konsep-konsep manajemen dalam pemerintahan, sosial dan keluarga yang berbasis pada Islam. Politik juga bisa disatukan dengan gerakan-gerakan Nabi Muhammad saw dan para Imam Maksum. Politik tidak berarti harus menjatuhkan pihak lawan dan pandangan-pandangan yang berseberangan dengan pihaknya tapi politik bisa berlaku baik dan adil kepada semua orang.
Ada empat hal yang membuktikan bahwa Imam Khomeini adalah tokoh yang tidak hanya memikirkan tentang Iran dan Islam Syiah semata. Pertama, beliau menggagas pekan persatuan dalam menyikapi perbedaan tanggal kelahiran Nabi saw pada 12 Rabiul Awal menurut Sunni dan 17 Rabiul Awal menurut Syiah. Kedua, beliau menyadarkan kaum muslimin bahwa mereka punya satu musuh bersama, terlepas dari apapun mazhabnya dan menghimbau persatuan untuk melawannya. Beliau memanfaatkan Yaumul Bara`ah yaitu hari berlepas diri dari musuh-musuh dalam mengajak kaum muslimin dunia untuk melawan musuh yang sama pada hari Arafah tanggal 9 Dzulhijjah yang merupakan momentum dimana seluruh umat Islam dunia bersatu di padang Arafah. Ketiga, beliau menutup kedutaan Amerika dan Israel dan menggantikannya dengan Kedutaan Palestina. Keempat, beliau memutus kerjasama dengan apartheid di Afrika Selatan. Meskipun mayoritas penduduk Afrika Selatan bukan muslim, namun persamaan mereka dengan penduduk Iran adalah sama-sama manusia. Sebagaimana perkataan Imam Ali bin Abi Thalib bahwa ada saudara seiman dan kalau bukan saudara seiman ada saudara sesama manusia.
“Jadi, empat hal yang dilakukan Imam Khomeini ini bukan untuk orang Iran, Syiah atau muslim semata tapi untuk kemanusiaan. Intinya, gerakan revolusi Imam Khomeini terisnpirasi dari perjuangan suci Imam Husein as dalam menegakkan Islam,” tegas Dr. Zaid.
Setelah berakhir sesi tanya jawab yang banyak dimanfaatkan oleh mahasiswa/i yang sejak awal antusias mengikuti acara ini dengan menyampaikan beragam pertanyaan dan dijawab oleh pemateri, acara ditutup dengan doa bersama.