Sadranews-Dalam rangka memperingati hari ke empat puluh (Arbain) wafatnya Al Husein cucu Nabi saw, STAI Sadra menggelar seminar berjudul “Kepahlawanan Persepektif Islam dan Kristen” di Aula Al Mustafa STAI Sadra Jakarta.
Seminar yang dibuka pukul 10.00 Wib tersebut dihadiri para dosen, mahasiswa dan karyawan STAI Sadra. Turut hadir pula Dr. Matius Ali, M.Hum dan Dr. Muhsin Labib selaku narasumber dalam seminar tersebut.
Selaku PK. III Bidang Kemahasiswaan Hasyim Adnani, MA dalam sambutannya pertama-tama mengucapkan terimakasih kepada seluruh hadirin khususnya kepada kedua narasumber yang telah meluangkan waktu mereka untuk mengikuti seminar tersebut. “Al Husein merupakan pahlawan keadilan dan pahlawan kemanusiaan yang lintas etnis, agama dan geografi. Peringatan Arbain kita hadirkan dalam rupa seminar berjudul “ Kepahlawanan Persepektif Islam dan Kristen”. Semoga acara seminar ini berjalan dengan lancar,” ucapnya.
Dalam kesempatan ini, Dr. Muhsin Labib menyoroti persoalan terkait kesadaran dalam keberagaaman. Sehubungan dengan (Arabin) angka empat puluh baik dalam Islam dan agama lainnya memiliki makna tertentu. Peristiwa Nabi Musa juga terkait angka empat puluh. Selain itu, ada angka satu, angka lima, angka tujuh dan angka dua belas. Angka tersebut dikaitkan dengan banyak hal. Setidaknya ada empat ayat dalam Al Quran memuat kata empat puluh seperti kata empat puluh hari saat kontemplasi yang dilakukan oleh Nabi Musa as. Secara umum angka empat puluh memiliki makna khusus dalam literatur dan khazanah Islam. Arbain dimulai dari sepuluh Muharram sampai dua puluh Shafar.
Disebutkan bahwa revolusi Al Husien itu dimulai sejak sepuluh Muharram dan memuncak pada dua puluh Shafar. Kalau pada sepuluh Muharram itu berwarna Jalal dan epos Al Husien, Arbain bermakna Jamal dan epos Sayyidah Zaenab. Makna keduanya mewakili sebuah harmoni kesempurnaan di mana pedang adalah salah satu bentuk perlawanan tapi ketangguhan, keanggunan dan retorika rasional dari Sayyidah Zaenab juga membungkam para tiran di Damaskus dan Kufah. Hal itu dihadirkan dalam sebuah narasi yang cukup lengkap termasuk pidato Sayyidah Zaenab dari sekor nol menjadi kekuatan di saat darah mengalahkan pedang dan di saat logika mengalahkan senjata.
“Ini secara umum menggambarkan betapa Arbain merupakan peristiwa besar yang bukan hanya dihadirkan sebagai ziarah biasa tapi dihadirkan sebagai sebuah long march cinta dari seluruh etnis di dunia dan pasca kejatuhan Saddam menjadi momentum ekspresi kecintaan tanpa tapi dan cinta tanpa batas. Dalam haji orang dilarang berdebat, dilarang berkata kasar dan dilarang bertindak tak senonoh tapi di Arbain orang tidak dilarang tapi tak melakukannya. Semua orang berusaha mengekspresikan cinta dengan cara masing-masing bahkan dari agama Kristen dan Hindu turut hadir bersama dalam setiap momen long march tersebut. Hal itu untuk membuktikan bahwa keadilan adalah agama semua orang. Kebebasan dan kemerdekaan milik semua orang tanpa dibatasi oleh keyakinan-keyakinan yang justru menjadi kuasa-kuasa sekelompok orang,” jelasnya.
Sementara itu, Dr. Matius Ali, M.hum menjelaskan kata kepahlawanan terkait dengan kata ‘keberanian’. Sering terdengar bahwa ‘keberanian’ (courage) merupakan sebuah kualitas yang sudah menurun. Sebenarnya semangat heroik masa lampau tidaklah hilang, namun tertransformasi dan terarah pada bentuk-bentuk baru untuk tujuan yang baik. Ketabahan yang berasal dari iman, cinta dan kewajiban dibutuhkan. Kristen merupakan agama kepahlawanan, bukan ajaran hedonis atau kebijaksanaan. Kristen menyampaikan konflik universal antara kebenaran dan kesalahan melalui sifat kepahlawanan sejati.
Keberanian seperti Petrus dan Yohannes Pembaptis harus dimiliki. Mereka adalah contoh keberanian baru, kepahlawanan hati yang diinspirasikan oleh cinta-kasih serta hidup untuk kepentingan orang lain. Petrus menyatakan bahwa lewat kekuatan Kristus yang bangkit, dia dikuatkan dan disembuhkan. Keyakinan, ketabahan dalam penderitaan serta pengangkatan suci sang jiwa merupakan kata-kata yang diucapkan oleh Petrus. Mereka diyakinkan bahwa mereka sudah bersama Yesus. Tindakan Petrus ini banyak memajukan iman Kristen. Jika Petrus ragu, maka semuanya akan hilang.
Kepahlawanan Kristiani berasal dari persekutuan dengan Kristus. Sifat ini ada dalam setiap manusia. Hidup akan menjadi membosankan jika kita hanya hidup pada satu tahap tertentu. Munculnya para pahlawan memberikan makna serta kekuatan baru dalam hidup. Pahlawan adalah orang yang meningkatkan kemampuan-kekuatannya di atas orang biasa.
“Sebelum Kristus sudah ada tokoh-tokoh pahlawan seperti Alexander Agung; pahlawan intelektual seperti Sokrates, Plato; pahlawan reformis seperti Elijah, Buddha, Confucius; pahlawan yang berjiwa patriot, misalnya Nabi Musa dan Nabi Daud. Yesus memberikan keberanian untuk berserah diri. Yesus mengajarkan bahwa kepahlawanan merupakan hukum surga yang universal. Kepahlawanan di bumi adalah hal biasa dalam surga. Gangguan menghancurkan kepahlawanan. Kepahlawanan Kristiani mungkin bagi semua orang. Mis. Petrus yang tadinya menyangkal, kemudian berubah menjadi Petrus dan saksi yang heroik. Heroisme Kristiani menghasilkan hal-hal besar,” terang Dr. Matius di hadapan para dosen dan mahasiswa/i STAI Sadra Jakarta, Jumat (16/09/2022) siang.