Jakarta, 12/12/2014. Bertempat di Auditorium Al Mustafa STFI Sadra, Sekolah Tinggi Filsafat Islam (STFI) Sadra dalam lanjutan Seri Seminar Nasional bertajuk Al Quran dan Berbagai Dimensi Kehidupan Manusia menghadirkan Dr. Umar Shahab, MA dengan tema “keadilan Sosial dalam Al Quran” . Seminar ini dihadiri oleh Mahasiswa/i STFI Sadra dan ICAS Jakarta serta beberapa undangan dari luar kampus.
Manusia merupakan makhluq sosial, oleh karenanya, manusia sadar akan pentingnya sikap sosial dan keadilan. Keadilan merupakan fitrah manusia yang menuntut dirinya untuk bersikap adil pada diri sendiri dan lingkungannya. Telah banyak dijelaskan dalam Al Quran mengenai kata adil atau kata dzalim (lawan katanya) dan kita bisa telusuri hikmah syariat dari kata ini. misalnya memerangi segala bentuk kebejatan, kemungkinan perbuatan-perbuatan dzalim. Keadilan dalam islam merupakan prinsip dasar bagi manusia. Allah SWT melarang perbuatan-perbuatan buruk dengan tujuan agar manusia tidak terjebak didalamnya. Prilaku adil ini tidak hanya diaplikasikan kepada manusia saja, melainkan semua makhluq Allah SWT. Contoh: pada saat penyembelihan hewan, diwajibkan membaca basmalah dan takbir dan menggunakan pisau yang tajam. Hal ini dilakukan agar tidak menyakiti hewan tersebut (bersikap adil)
Di satu sisi kita bisa melihat agama islam sangat konsen terhadap keadilan. Hal ini dibuktikan dan dipertegas dengan banyaknya ayat tentang keadilan di dalam Al Quran.
إعدلوا هو أقرب للتقوا “Adil itu mendekatkan kalian kepada ketaqwaan”
…إن الله لا یظلموا “Sesungguhnya Allah tidak berbuat dzalim…”
Dalam ayat –ayat tersebut, Allah tidak menyebut dirinya sebagai “Maha Adil” namun Ia menyerukan keadilan. Perbuatan atau larangan yang ditetapkan oleh Allah SWT pada hakikatnya adalah keadilan Ilahi. Dalam teologi terdapat 2 kutub yang pertama menjadikan keadilan sebagai prinsip dasar keadilan ilahi. Allah SWT bertindak dengan Adil dan makhluqnya diciptakan berdasarkan prinsip keadilan.
Keadilan sosial: mesyarakat berhak mendapatkan hak-hak asasinya dan tidak boleh diganggu hak-hak tersebut. Manusia sebagai makhluq individu maupun sosial memiliki hak asasi. Berbeda dengan paham hak asasi komunisme yang memiliki kelas-kelas. Mereka mencoba mewujudkan kesejahteraan dan keadilan untuk semuanya. Bagi mereka, level tertinggi yang bisa dicapai ketika sampai di level komunime dimana tidak ada hak-hak individual.
Begitu pula dengan paham kapitalis yang mengedepankan hak-hak individu dan meninggalkan hak-hak sosialnya. Keadilan sosial diluar islam hanya mementingkan materi.
Sedangkan dalam islam, keadilan sosisal merupakan fitrah manusia yang didasari oleh 2 prinsip yaitu: hak-hak materi dan hak-hak spiritual (moral).
Perbuatan zina bagi masyarakat Non-Islam tidak dikenai hukuman, karena hal itu merupakan hak-hak individu, berbeda dengan pandangan islam yang menyatakan hukuman cambuk 80 kali bagi pelaku zina. Hal tersebut bertujuan untuk melindungi hak-hak moral seseorang. Orang yang benar-benar bertauhid kepada Allah SWT sudah dipastikan bahwa dia bersikap adil. Konsep keadilan sosial dalam islam tidak dibatasi oleh hak-hak materi, melainkan hak-hak spiritual dan moral.
Keadilan sosial dalam islam harus diperoleh dan diperjuangkan oleh umat karena hal ini menyangkut hak-hak mereka sebagi makhluq individu dan makhluq sosial, yaitu hak-hak materi dan hak-hak spiritual (moral).