Sadranews-Dalam rangka sosialisasi Program Studi Psikologi Islam STAI Sadra Jakarta, Acara Webinar Nasional Psikologi Islam dengan tema “Menggali Psikologi dalam Perspektif Islam” diselenggarakan di Auditorium STAI Sadra Jakarta, Selasa (5/9/2023) pagi.
Acara webinar yang dibuka pukul 9.30 WIB tersebut, diikuti oleh 125 peserta dan menghadirkan narasumber Prof. Dr. Abdul Mujib, M.Ag.,M.Si (Guru Besar Psikologi Islam UIN Syarif Hidayatullah Jakarta) dan Dr. Kholid Al Walid, M.Ag ( Ketua Sekolah Tinggi Agama Islam Sadra Jakarta)
Pada kesempatan ini, Dr. Kholid Al Walid menjelaskan psikologi dari sudut pandang filsafat Islam dengan pandangan filosof muslim mengenai Nafs atau jiwa. Dalam konteks materi dasar penggabungan antara materi (Maaddah) dan forma (Shuroh), forma menjadi sumber pola kehidupan materi ini. Nafs atau jiwa adalah subtansi yang bersifat non materi secara dzat dan bersifat material dalam tindakannya menjadi sumber dasar beragam kehidupan dalam materi ini khususnya pada kehidupan manusia. Ada empat belas argumentasi yang dikemukakan filosof muslim tentang jiwa. Misalnya ada unsur non material dalam diri manusia yang memberikan efek tertentu dan sebagai sumber bagi seluruh efek-efek tersebut. Unsur yang menjadi sumber efek ini dalam istilah filsafat disebut Nafs. Dalam diri manusia pada jiwa tumbuhan, ada daya konsumsi, berkembang dan reproduksi, pada jiwa hewani ada daya penggerak dan daya perspesi dan pada jiwa manusia ada daya berfikir dan indrawi.
Jadi, hakikat diri manusia itu non material yaitu jiwa yang dalam tasawuf membentuk kesadaran ruhaniah pada diri manusia. Dalam khazanah filsafat Islam terdapat hampir 300 karya terkait Nafs. Dalam tasawuf, kurang lebih ada 200 karya berkenaan dengan konteks Nafs. Dalam psikologi modern dalam konteks terapan, pengukuran dan analisisnya jauh lebih berkembang. Memang belum ditemukan konsep-konsep besar dalam filsafat Islam dan tasawuf mampu diturunkan sebagaimana pengukuran psikologi modern yang ada saat ini. Belum ada pola pengembangan yang sudah sampai pada pola yang paling mendasar terkait penerapan, pengukuran, analisis dan terapinya. Psikologi modern tidak memiliki basis pada hal yang bersifat non material. Karena psikologi yang mereka kembangkan seperti psikoanalisis berdasarkan pandangan yang bersifat postivisme.
“Di sini lah psikologi Islam perlu dihadirkan untuk memperkaya khazanah Islam terkait psikologi dengan rumusan konsep besar yang bisa diturunkan dalam pengukuran dan penerapan. Sementara problema dalam psikologi modern adalah membatasi diri manusia dalam hal material saja,” ungkapnya.
Sementara Prof. Mujib terkait tema ini menerangkan bahwa psikologi sekarang ini tidak membahas tentang jiwa sebagaimana jiwa yang dibahas dalam filsafat Islam dan tasawuf. Sebab psikologi sekarang ini sudah menjadi ilmu mandiri. Psikologi Islam sebagai sebuah program studi diterapkan dalam beberapa perguruan tinggi di Indonesia. Program Studi Psikologi Islam yang didirikan harus tetap menginduk pada pola integrasi yang telah dibangun dalam tradisi ilmu di perguruan tinggi keagamaan. Ketentuan AP2TPI yang hak vetonya ada pada empat perguruan tinggi harus diikuti, supaya psikologi Islam Sadra menjadi sama dengan psikologi yang lain dan bahkan punya nilai plus karena Islamnya. Awalnya psikologi Islam oleh para Guru Besar UGM dipandang sebagai psikologi saja karena ilmu itu satu, itu hanya psikologi yang diterapkan orang Islam, bukan psikologi Islam.
Kemudian setelah dijelaskan dengan pola penelitian psikologi Islam dapat diterima keberadaan psikologi Islam. Perbedaan psikologi Islam di banding psikologi mainstrem perlu dijelaskan. Psikologi Islam sejajar dengan psikologi kognitif, psikologi psikoanalisis dan lainnya. Dari sisi ontologis semua ilmu psikologi didefinisikan sebagai ilmu perilaku. Jangan kan psikolgi dimaknai dengan jiwa, jiwa tidak masuk dalam pembicaraan psikologi. Dalam buku psikologi setebal 500 halaman kata sycho hanya disebut satu kali. Itu pun bukan dalam rangka mendefinisikannya tapi sekedar menceritakan funsinya. Psikologi bisa didefinisikan dengan ilmu jiwa dan perilakunya. Ilmu itu hanya mendeskripsikan sesuatu dan tidak menilai baik dan buruk atau halal haramnya. Fungsi psikologi adalah untuk mengatasi masalah tanpa memperhatikan apakah melanggar nilai-nilai atau tidak.
“Psikologi sebagai mazhab punya ciri kahs dari sisi ontologi, aksiologi dan epistemologi. Ada dua pola pragmatis dan idealistik yang mengintegrasikan psikologi dan Islam. Pola pragmatis adalah psikologi yang diislamisasikan sedangkan pola idealistik adalah Islam yang dianalisis secara psikologis,” terang Prof. Mujib di hadapan insan akademisi dari berbagai kampus di Indonesia.