PSP Sadra Jakarta Turut Sukseskan Program Community Engagement UIII dan YFE

Sadranews- Sebuah upaya membangun jembatan antariman dan memperkuat peran perempuan dalam menciptakan perdamaian sosial diwujudkan dalam kegiatan bertajuk “Building Peace through Dialogue: A Women Youth Interfaith Camp for Religious Understanding and Inclusion”. Diselenggarakan oleh Universitas Islam Internasional Indonesia (UIII) bersama Youth for Education (YfE), acara ini berlangsung selama dua hari, 6–7 Oktober 2025, di Bumi Kalitalang, Serang, Banten.

Sebanyak 20 mahasiswi dari berbagai latar belakang agama dan komunitas keagamaan turut ambil bagian dalam kamp ini, termasuk Atiqah Zahra, Salsa Nabila Oktaviani, dan Asyiah Zahara, tiga perwakilan dari Pusat Studi Perempuan (PSP) Sadra, STAI Sadra Jakarta. Mereka tidak hanya mengikuti diskusi, tetapi juga terlibat aktif dalam menciptakan ruang aman untuk dialog lintas iman, mendorong kesetaraan gender, serta mengembangkan pendekatan damai dalam menghadapi konflik sosial.

Kegiatan ini diawali dengan pemaparan dari Prof. Nina Nurmila, Ph.D., yang mengangkat tema “Kesadaran Gender dan Perbedaan Keyakinan.” Ia membagikan perjalanan intelektual dan spiritualnya yang semula memandang Islam secara eksklusif, lalu bertransformasi menjadi inklusif setelah mengenal tokoh-tokoh pemikir seperti Farid Esack dan Alwi Shihab. Prof. Nina menekankan bahwa Islam sejatinya menolak diskriminasi terhadap perempuan maupun pemeluk agama lain, serta mengkritisi penggunaan hukum penodaan agama yang kerap disalahgunakan. “Perbedaan keyakinan seharusnya jadi ruang saling menghormati, bukan saling mencurigai,” tegasnya.

Sesi kedua dilanjutkan oleh Nanik Yuliyanti dengan tema “Mediation and Conflict Transformation.” Ia mengatakan bahwa konflik bukan untuk dihindari, melainkan dihadapi dengan pendekatan mediasi yang adil dan empatik. Melalui keterampilan mendengarkan, memahami perspektif berbeda, dan peran mediator netral, konflik bisa diubah menjadi peluang memperkuat hubungan sosial.

Nuansa pemberdayaan semakin terasa dalam sesi Gender Awareness yang dipandu Meiline Tenardi. Ia menekankan pentingnya pengakuan bahwa perempuan dan laki-laki memiliki hak serta kesempatan yang sama dalam seluruh aspek kehidupan. “Kesetaraan bukan sekadar memperoleh hak, tapi juga keberanian untuk bertindak dan memberi dampak,” ujarnya.

Selain sesi formal, kehangatan tumbuh melalui aktivitas interaktif seperti permainan kelompok dan dialog spontan antar peserta. Percakapan lintas iman yang terjadi di sela waktu santai justru menjadi momen paling mendalam, menunjukkan bahwa perdamaian bisa dimulai dari interaksi sederhana yang jujur dan terbuka.

Dengan rangkaian kegiatan yang inspiratif ini, Women Youth Interfaith Camp tak hanya menjadi ruang belajar, tapi juga rumah kecil yang merawat harapan besar akan masa depan yang damai dan inklusif.

Tinggalkan Komentar

Scroll to Top