Sadranews-STAI Sadra menyelenggarakan acara seminar internasional berjudul “Peranan Republik Islam Iran dalam Membangun Persatuan Di Antara Negara-negara Islam” di Auditorium Al Mustafa STAI Sadra Jakarta, Senin (13/2/2023) siang.
Acara yang dibuka pukul 13.30 WIB tersebut dihadiri oleh para mahasiswa, dosen, karyawan dan tamu undangan. Turut hadir di dalamnya Duta Besar Republik Islam Iran, Dr. Mohammad Khoush Heikal Azad, Dosen Paramadina Graduate School Of Islamic Studies, Pipip A. Rifai Hasan, Ph.D dan Ketua STAI Sadra Dr. Kholid Al Walid yang sekaligus sebagai pembicara.
Dalam kesempatan ini, Dr. Mohammad Khoush Heikal Azad menyampaikan bahwa Republik Islam Iran tidak berpihak pada Timur maupun Barat, namun berpihak pada globalisasi keadilan yang dalam hal ini terus mendukung Palestina dan rakyat tertindas lainnya dan melawan negara-negara yang merampas kebebasan dan menyalahgunakan Hak Asasi Manusia. Selama 13 kali pemerintahan dan 44 tahun revolusinya, Iran tetap berdiri tegak dan aktif memainkan peran dalam membangun persatuan di antara negara-negara Islam, meskipun dengan berbagai rintangan berat yang hingga kini terus dihadapi.
Ada dua prioritas kebijakan luar negeri Iran yaitu pertama, meningkatkan kerjasama dengan semua negara khususnya negara-negara kawasan dan multilateralisme ekonomi. kedua, interaksi maksimal dan penyelesaian masalah dengan dialog dan kesepakatan. Begitu juga kebijakan luar negeri pemerintahan Presiden Raisi sekrang ini didasarkan pada tiga prinsip; kebijaksanaan, kehormatan dan kemaslahatan. Berbagai upaya dan skenario jahat terus dilakukan untuk menghancurkan Iran. Termasuk kasus Mahsa Amini yang terus mereka besar-besarkan di media-media mereka.
“Amerika dan Barat akan terus menciptakan konflik dan perang seperti perang Rusia dan Ukraina, khususnya di negara-negara muslim agar tidak terwujud persatuan di antara mereka sebagai sebuah kekuatan besar yang menjadi ancaman,” tegasnya.
Sementara itu, Pipip A. Rifai Hasan, Ph.D menjelaskan bahwa persatuan bangsa-bangsa muslim merupakan bagian dari konstitusi Republik Islam Iran. Hal ini merupakan cita-cita ideal yang harus diakui belum tercapai. Peperangan yang terjadi antara Rusia dan Ukraina menunjukkan bahwa kondisi hubungan negara-negara Barat dan Timur tidak menggembirakan dimana persoalan itu seharusnya bisa diselesaikan dengan cara damai. Begitu pula kondisi hubungan yang memprihatinkan dari negara-negara muslim khususnya konflik di Tmur Tengah seperti Suriah, Yaman, Somalia dan lainnya.
Di Lebanon ada persoalan serius bangsanya sehingga tidak bisa memutuskan siapa presiden mereka. Di Irak sampai sekarang tidak stabil kondisinya. Kondisi ini jelas merugikan negara-megara musim ditambah di antara mereka telah membuka hubungan dengan Israel tanpa mensyaratkan penyelesaian masalah Palestina. Hubungan ini tentu saja menguntungkan Israel dan melemahkan Palestina dimana sejumlah negara Arab yang seharus memberikan tekanan pada Israel malah bekerjasama.
“44 tahun tetap berdiri di tengah embargo berat, menandakan bahwa Iran negara tangguh dan berprestasi. Apalagi negara Eropa juga menjatuhkan sanksi brutal karena menuduh Iran mendukung Rusia dengan mengirimkan dronenya. Iran berupaya membangun persatuan dengan cara menciptakan prestasi-prestasi di banyak bidang agar ditiru bangsa lain. Persatuan itu bukan dalam satu negara tapi dengan cara meciptakan hubungan harmonis, saling bermanfaat satu sama lain dan memperjuangkan kepentingan bersama dengan dialog dan pembangunan” tandasnya.
Dr. Kholid Al Walid dalam presentasinya menyampaikan bahwa termasuk kesungguhan Iran dalam menjalin kerjasama dengan negara-negara muslim seluruh dunia dan membangun persatuan adalah pelaksanaan “Konferensi Pekan Persatuan” yang digelar setiap tahun pada tanggal 12 Rabiul Awal yang bertepatan dengan kelahiran Nabi Muhammad SAW versi Suni sampai pada 17 Rabiul Awal yang bertepatan dengan kelahiran Nabi SAW versi Syiah. Dalam acara yang tahun ini adalah Konferensi Pekan Persatuan ke-37 dimana para ulama dari seluruh dunia diundang.
Sebagaimana diketahui bahwa Amerika dan Barat senantiasa berupaya menjegal persatuan di kalangan umat Islam, sementara Iran dengan berbagai usahanya terus melakukan kerjasama dan menggalang persatuan. Memang tidak mudah bagi Iran untuk menyuarakan persatuan di tengah gencarnya hegemoni Amerika dan Barat, ditambah sejumlah negara-negara muslim malah membuka hubungan dan menjalin kerjasama dengan Israel. Selain itu, adanya kerja keras Lembaga Pendidikan Al Mustafa dalam melakukan pendekatan-pendekatan antar mazhab dan pemikiran dalam rangka menguatkan persatuan.
“Karena banyak hasil tambang di negara-negara muslim seperti minya, emas, nikel dan lainnya, Amerika dan Barat selalu berusaha melemahkan negara-negara muslim tersebut agar mudah menguasai kekayaan alamnya dan menghancurkan upaya-upaya pesatauannya,” ungkapnya.
Acara ini diakhiri dengan sesi tanya jawab dimana para mahasiswa yang sejak awal mengikutinya dengan penuh antusias memanfaatkan kesempatan berharga ini dengan menyampaikan pertanyaan-pertanyaan.