Seminar Internasional ” Peran Agama di Era Digital”

Sadranews-Bertepatan dengan Pekan Penelitian Sadra tahun 2023 yang mengangkat tema utama “Membedah Pemikiran-pemikiran Ayatullah Misbah Yazdi”, seminar internasional pertama dengan judul “Peran Agama di Era Digital” digelar pukul 13.30 WIB di Auditorium Al Mstafa STAI Sadra Jakarta.

Ketua Yayasan Hikmat Al Mustafa, Prof. Dr. Hossin Mottaghi selaku keynote speaker menjelaskan bahwa penelitian yang dilakukan harus bisa menjawab kebutuhan dan tantangan zaman ini. Penelitan tentang semangat beragama dan pemikiran-pemikiran Islam di Indonesia harus dilakukan untuk memahami potensi besar yang dimiliki bangsa muslim terbesar di dunia ini. Semangat keislaman dan pemikiran-pemikiran Islam di Indonesia bila dikembangkan akan menjadi kekuatan dan peradaban besar yang diperhitungkan dunia. Amerika dan Barat khawatir bila pemikiran-pemikiran Islam di Indonesia dikembangkan dan tertanam luas di masyarakat, maka tidak akan ada tempat lagi untuk menyebarkan pemikiran-pemikiran Barat di Indonesia. Sayangnya, tidak ada seminar-seminar yang membahas perkembangan ilmu pengetahuan di Indonesia khususnya ilmu keislaman. Ini adalah persoalan yang kita ketahui dan untuk mencarikan solusinya perlu dibahas dan diteliti bersama.

Salah satu solusi untuk menghadapi serangan pemikiran-pemikiran Barat adalah mengembangkan pemikiran ayatullah Misbah Yazdi. Ada dua kriteria pemikiran Ayatullah Misbah Yazdi yang sekarang ini dibutuhkan di Indonesia yaitu, pertama, pemikiran bersifat strategis dan jangka panjang yang dapat membangun peradaban baru kelimuan di Indonesia dalam menghadapi pemikiran-pemikiran Barat. Kedua, alur pemikiran yang dapat memikat audiens dan kemudian dikembangkan bukan sekedar pemikiran teoritis semata. Ada dua unsur penting dalam pemikiran-pemikiran yang tidak sekedar teoritis tersebut. Pertama, mendidik murid-murid agar dapat mengembangkan pemikirannya. Kedua, mempertahankan mereka supaya terus berlanjut.

“Bila dua poin penting dari kriteria tersebut dapat diwujudkan, maka Indonesia akan menjadi negara dengan peradaban intelektual baru yang bisa menetukan masa depannya sendiri dan dikagumi dunia. Pengembangan ilmu pengetahuan yang seiring dengan pengembangan ekonomi disebut perkembangan musikal yang suaranya memiliki daya pikat bagi pendengarnya,” tandasnya di hadapan para dosen peneliti dan mahasiswa STAI Sadra, Selasa (14/2/2023) siang.

Dalam kesempatan ini, Dr. Robby H. Abror menyampaikan bahwa termasuk kontribusi pemikiran Ayatullah Misbah Yazdi dalam persoalan yang dihadapi sekarang ini ialah pentingnya penggunaan teknologi modern, namun tidak boleh tunduk pada budaya Barat. Pemikiran Ayatullah Misbah Yazdi dapat dikontekstualisasikan dengan keindonesiaan. Dapat dibilang, sekarang ini orang-orang dikurung oleh big data dan mampukah mereka memanfaatkan big data tersebut?. Bagiaman caranya memediasi kebenaran dengan komunkasi digital agar orang tidak diliputi kebingungan dan sesat pikir lantaran big data tersebut?.

Dampak dari dunia digital adalah agama mengalami penyederhanaan dan reduksi. Seperti orang bisa menjadi tokoh atau ulama hanya berdasarkan dukungan followers yang banyak bukan karena kompetensinya. Jika Indonesia ingin maju dalam bidang intelektual, bisa mengikuti solusi yang diberikan oleh Ayatullah Misbah Yazdi untuk membekali orang alim dengan pemikiran terbuka dan tidak anti kepada pemikiran yang tak sejalan dengan pemikirannya. Dunia digital berhubungan dengan tindakan, semakin berselancar di Medsos, orang akan merasa eksis.

“Peran agama di era digital ini adalah punya daya untuk melawan sesat pikir dan data-data palsu, menumbuhkan keadaban dan kesalehan digital, bertanggung jawab atas tindakan digital dan menuntun kebebasan orang-orang di dunia digital menjadi bermoral,” jelasnya

Sementara itu, Dr. Abdelaziz Abbaci menerangkan bahwa agama dalam pandangan Ayatullah Misbah Yazdi adalah bersumber dari Tuhan. Manusia sebagai wujud yang bergantung pada yang lain, membutuhkan Tuhan. Kebutuhan ini disebut relasi antara manusia dengan Tuhan. Karena itu, dalam diri manusia terdapat fitrah yang dijadikan sebagai kebutuhan agar manusia selalu mengingat dan kembali kepada Tuhan, terutama di saat dibutuhkan. Agama yang bersumber dari Tuhan ini menjadi tuntunan hidup manusia menuju kesempurnaan. Soal teknologi yang berkaitan dengan fakta beberapa negara maju di Barat yang mayoritas mereka penganut Kristen Protestan.

Mereka mereduksi agama untuk kepentingan duniawi dan hanya sebagai kebutuhan individual serta tidak boleh diterapkan dalam masyarakat seperti Inggris, Jerman, Prancis dan lainnya. Karena itu, dapat dikatakan bahwa teknologi lahir dari rahim agama yang lemah. Kehidupan metafisik tidak penting bagi mereka, yang penting adalah bagaiman bisa memperoleh kenikmatan duniawi sebanyak mungkin. Tentu saja, teknologi dalam hal ini sangat membantu mereka dalam menguasai dunia. Teknologi lahir menggantikan peran agama dalam kehidupan manusia.

“Selain norma agama yang ditanamkan dengan kuat dalam diri manusia, perlu tekad kuat dan kesadaran penuh untuk memanfaatkan teknologi untuk hal-hal positif, artinya kita harus menjadi pengendali teknologi bukan malah kita yang dikendikan oleh teknologi,” pesannya.

Tinggalkan Komentar

Scroll to Top