Sadranews- Pusat Studi Perempuan (PSP) Sadra didirikan untuk memperkuat peran perempuan dalam bidang keilmuan, sosial, dan budaya dengan berlandaskan nilai-nilai Islam dan konteks lokal. Melalui program riset, pendidikan, konsultasi, serta kegiatan sosial-budaya, PSP Sadra bertujuan memberdayakan perempuan secara holistik. Sebagai bagian dari institusi pendidikan tinggi, PSP menjalankan Tri Dharma Perguruan Tinggi dengan fokus pada penelitian yang mengintegrasikan Filsafat Islam dan ‘Irfan, disebarluaskan melalui berbagai media akademik.
Visi PSP adalah menciptakan pusat studi yang berbasis kemanusiaan dalam Filsafat Islam dan ‘Irfan, dengan misi mengarusutamakan nilai keadilan gender, mempromosikan nilai universal, dan memperluas jaringan penelitian. PSP juga memberikan pendidikan berbasis spiritual untuk meningkatkan kualitas hidup perempuan, sekaligus mendorong kontribusi mereka dalam menciptakan masyarakat yang lebih inklusif, adil, dan humanis.
Pada Kamis, 16 Januari 2025, Deputi Perguruan Tinggi, Dr. Kholid Al Walid, M.Ag. menginisiasi pertemuan Tim Pusat Studi Perempuan (PSP) Sadra yang diketuai oleh Wa Ode Zainab Zilullah T., Ph.D dengan Ketua Yayasan Hikmat Al-Mustafa, Prof. Dr. Hossein Mottaghi di Ruang Pertemuan Lantai IV STAI Sadra. Dr. Kholid menyampaikan bahwa PSP Sadra dibentuk sesuai ketentuan pemerintah yang mewajibkan setiap perguruan tinggi memiliki pusat studi, dengan fokus khusus pada isu-isu perempuan dalam Islam. PSP Sadra bertujuan mengembangkan kajian pemikiran perempuan, memberdayakan mahasiswi dan dosen, serta meningkatkan akreditasi STAI Sadra.
Dalam sambutannya, Ketua PSP Sadra, Wa Ode Zainab, Ph.D menyampaikan apresiasi kepada Ketua Yayasan Hikmat Al-Mustafa dan Deputi Perguruan Tinggi yang mendukung penuh berdirinya PSP Sadra. PSP Sadra diharapkan bisa memberikan tawaran perspektif, sesuai visi dan misi institusi, terhadap gerakan perempuan di Indonesia yang berlandaskan Al-Qur’an, Hadits, dan merujuk pada figur perempuan-perempuan mulia di dalam Islam.
Selain itu, Wa Ode Zainab, Ph.D mengatakan telah membentuk struktur kepengurusan yang terdiri dari 19 anggota dengan lima divisi utama: Humas dan Media, Pendidikan, Penelitian, Konseling, serta Sosial dan Budaya. “Selain rapat dan persiapan berbagai keperluan teknis, termasuk konten media sosial dan diskusi internal untuk menyamakan persepsi, PSP Sadra telah melakukan sosialisasi ke civitas akademika STAI Sadra dan berencana membuka kotak saran bertajuk “We Listen, We Don’t Judge” untuk menjaring aspirasi terkait isu Perempuan,” katanya.
Pada kesempatan ini, Prof. Mottaghi menekankan pentingnya peran strategis PSP Sadra dalam menjawab tantangan perempuan di era kontemporer. Ia menyoroti keunggulan Indonesia dalam memberikan ruang yang lebih luas bagi perempuan dibandingkan negara lain, termasuk Iran. “Hak-hak perempuan di Indonesia sudah sangat memadai, dan pembentukan PSP Sadra di bawah Yayasan Hikmat Al-Mustafa adalah langkah untuk memperluas jaringan dan memperkuat kontribusi dalam isu-isu perempuan di berbagai tingkatan,” tegasnya.
Ia menambahkan, PSP Sadra harus menjadi institusi yang berlandaskan penelitian ilmiah yang mendalam, bukan sekadar menyebarkan informasi. Penelitian yang otentik dan dinamis harus menjadi fondasi program-program PSP untuk memastikan keberlanjutan dan relevansi dengan perkembangan zaman. Selain itu, perhatian terhadap kebutuhan jasmani dan rohani mahasiswi menjadi aspek penting dalam strategi pengembangan potensi mereka.
Dukungan penuh dari Yayasan Hikmat Al-Mustafa dan Deputi Perguruan Tinggi diharapkan mampu mendorong kesuksesan program-program PSP Sadra, serta menciptakan perubahan signifikan dalam paradigma isu perempuan di tingkat nasional dan internasional.